H Muhamad Sidkon Djampi SH, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi PKB (Cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Bandung - Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), H Moh Sidkon Djampi SH, mendukung penuh gerakan Robithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama PWNU Jawa Barat yang mendesak kebijakan soal kuota 50 siswa per kelas di sekolah.
Menurutnya, kebijakan tersebut perlu dievaluasi dan ditinjau ulang karena dinilai sangat merugikan lembaga swasta khususnya di pesantren se Jawa Barat.
"Saya sangat setuju apa yang telah diajarkan oleh Ketua RMI NU Jawa Barat ini, agar dilakukan evaluasi dan menghasilkan keputusan yang tidak merugikan lembaga pendidikan swasta," tegas Kang Sidkon, sapaan akrabnya kepada media, Selasa (15/7/2025).
Sebelumnya, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU Jawa Barat menyampaikan protes keras atas kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menetapkan kuota 50 siswa per kelas di sekolah negeri dalam PPDB 2025/2026.
Ketua RMI PWNU Jawa Barat, KH. Abdurrohman, menyatakan, meski tampak populis dan mengesankan keterbukaan akses pendidikan, kebijakan ini justru menciptakan ketimpangan besar dalam distribusi peserta didik dan mengancam keberlangsungan lembaga pendidikan non-negeri, khususnya pesantren penyelenggara pendidikan formal.
"Kebijakan ini terlihat manis, tapi memukul keras pesantren. Bukan karena mutu pesantren rendah, tapi karena negara terlalu memanjakan sekolah negeri dengan daya tampung jumbo tanpa mengatur keseimbangan antar lembaga. Akibatnya, pesantren kehilangan peserta didik secara masif," ungkapnya.
"Kami melihat ini sebagai pola berulang dari Gubernur Dedi Mulyadi: kebijakan populis, tampak pro-rakyat, tapi tidak menyentuh keadilan struktural. Ketika sekolah negeri menyerap hampir semua siswa, pesantren ditinggalkan tanpa perlindungan," imbuhnya.
Oleh karena itu pihaknya mendesak kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk segera menindaklanjuti dan menuntut beberapa hal sebagai berikut:
1. Evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan kuota 50 siswa per kelas di sekolah negeri karena berdampak sistemik pada lembaga non-negeri.
2. Distribusi siswa harus proporsional, agar sekolah swasta dan pesantren tidak kolaps karena kehilangan peserta didik.
3. Pemerintah wajib menghadirkan kebijakan afirmatif bagi pesantren, sebagai lembaga yang selama ini turut menopang pendidikan nasional.
4. Dialog terbuka antara pemerintah, Kemenag, Dinas Pendidikan, dan perwakilan pesantren untuk menyusun kebijakan yang adil, inklusif, dan berpihak pada keberagaman pendidikan.
"Kami mendesak agar kebijakan pendidikan tidak hanya dihitung dari angka daya tampung, tapi dari distribusi adil antar jalur pendidikan. Negara harus menjaga keberagaman lembaga pendidikan, bukan mendorong dominasi satu model saja," pungkasnya.