
"Adanya konflik ini merupakan cerminan tidak tegasnya pemerintah dalam menegakan aturan. Mekanisme kontrol tidak dijalankan," ujar Sekretaris HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Jawa Barat, Apriyanto Wijaya saat menghadiri pertemuan nelayan di Diskanla Jabar kemarin, (29/5/13).
Menurutnya, lemahnya kinerja pemerintah dalam menerapkan aturan, membuat konflik horizontal antar nelayan.
"Kasihan antar nelayan ini mencari makan, ini kesalahan ada di tingkat pemerintah, di tingkat birokrasi. Karena ada pembiaran. Ada aturan-aturan hukum yang tidak dipahami oleh para nelayan, ini menjadi tugas penting pemerintah Diskanla," paparnya.
Sementara, menurut Ketua HNSI Jabar, Ono Surono menegaskan, lemahnya kinerja pemerintah dalam melindungi nelayan akibat kurangnya pemerintah melakukan kerjasama antar lembaga dan organisasi terkait.
"Organisasi nelayan baru dilibatkan jika ada masalah. Sehingga ke depan pemerintah juga harus mengintensifkan organisasi nelayan ini," tegas Ketua KPL Mina Sumitra yang juga hadir dalam pertemuan itu.
Sementara, Ketua Presidium Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin memaparkan, pemerintah sangat tidak mungkin tak tahu atas permasalahan di nelayan.
"Di jawa barat banyak ribuan rumpon tanam yang mengancam nelayan jaring, lebih parah lagi di Natuna, pihak asing selalu menggunakan pukat harimau yang sangat mematikan nelayan Indonesia," paparnya.
Kelemahan itu diakui oleh pihak pemerintah melalui Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Jabar, Dede Sunendar. Pihaknya berkilah bahwa pemerintah mempunyai keterbatasan.
"Ini juga kelemahan kita (pemerintah) dan aparat karena keterbatasan, tapi kita akan terus melakukan upaya," kilahnya.