Cuplik.Com - Jakarta - Seketika pidato SBY mampu meredam konflik KPK-Polri yang memanas sepekan ini. Namun, semua pihak antara lain, KPK, Polri, SBY, dan para aktivis mendapat senyuman lebar dari yang diduga sandiwara itu. Pasalnya permainan sengaja yang diciptakan SBY itu dikemas sangat cantik sehingga mermbuat semua pihak merasa diuntungkan. Kecuali rakyat yang hanya disuguhkan ilusi seoalah-olah ada pemberantasan korupsi.
"Walau janggal dan seolah ada sutradara, tapi semua pemain bahagia. KPK dpt pembatalan Revisi UU KPK. SBY dapat "piala" Citra. Polisi boleh mengusut dirinya. Politisi, akademisi, aktivis dan artis dapat panggung. Konveksi dapat order kaos. (Bus) Metro mini dapat penumpang. LSM bisa dapat donasi, dan Rakyat cukup dapat ilusi seolah ada pemberantasan Korupsi," ujar Aktivis Ketua Panitia Temu Aktivis Lintas Generasi (TALIGENI), Jeppri F Silalahi, Kamis (11/10).
Ia memaparkan, penyelesaian skenario KPK-Polri tuntas saat SBY memberikan tanggapan, seketika itu pula konflik mereda. Sementara, tambahnya, berbeda dengan konflik Rakyat vs Negara seperti di Bima, Tiaka, Mesuji dan lain-lain, tidak pernah berujung saling senyum, rakyat selalu menjadi korban.
"Memang konflik sesama Birokrat tak sama dengan konflik antara Negara vs Rakyat yang ditindas. Skenario cerdas, tanpa pemecatan, tak ada kaca pecah, tak ada luka, ada pelanggaran hukum tapi tak ada yang dipenjara, semua bahagia," jelasnya.
Ungkapan tersebut ia lontarkan berdasarkan fakta kronologis seperti skenario yang sengaja diciptakan oleh sang sutradara.
Ia memeparkan. Pada 5 Oktober 2012, Djoko Soesilo penuhi panggilan KPK. Sore harinya SBY panggil Kapolri untuk bicarakan masalah konflik KPK vs Polri, hal itu diakui SBY dalam pidatonya. Lalu, lanjutnya, Sekitar 1 jam setelah SBY berbicara dengan Kapolri tiba-tiba KPK dikepung Polisi.
"Tentu semua berharap pertemuan SBY dan Kapolri bukan merencanakan pengepungan KPK. Tapi jika yang dibicarakan bukan pengepungan KPK maka harusnya Kapolri atau setidaknya para perwira yang mengepung KPK diberi sanksi tegas karena pengepungan itu sama saja dengan tidak menghormati pembicaraan Kapolri dengan SBY satu jam sebelumnya," terangnya.
Anehnya, lanjut Jeppri, sampai saat ini tak satu perwira polisi pun yang kena sanksi penurunan pangkat atau skorsing apalagi pemecatan.
Fakta selanjutnya, kata dia, pada malam harinya Denny Indrayana ke KPK lalu mendampingi Bambang Widjodjanto berbicara pada Media. Bambang W yang dianggap ahli hukum tiba-tiba menyatakan bahwa Novel tidak bersalah.
"Bambang dan Denny pasti tahu bhw yang memutuskan orang itu bersalah atau tidak hanyalah pengadilan, bukan Komisioner KPK atau Wamenhukam," jelasnya.
Sementara, pada 7 Oktober 2012, tuturnya, elemen SAVE KPK menuntut SBY untuk segera menyelesaikan konflik KPK vs Polri.
Kemudian, lanjutnya, pada 8 Oktober malam, SBY merespon tuntutan tersebut.
"Dengan Pidato yang isinya memutuskan KPK berwenang mengusut kasus Simulator tapi kehilangan kewenangan mengusut korupsi pengadaan barang lainnya di POLRI, termasuk kehilangan kewenangan mengusut rekening gendut Rp 8,6 Trilyun," tandasnya.