"Saya apresiasi atas evaluasi internal yang telah dilakukan Itwasum, kesimpulan bahwa ada pelanggaran prosedural karena pasukan tidak satu komando merupakan hasil kajian yang perlu ditindaklanjuti," ujar Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsyi, Sabtu (31/12).
Menurutnya, Itwasum memang memiliki tugas mengawasi pelaksanaan tugas dan menampung keluhan dari masyarakat, jadi layak mendapat apresiasi. Namun persoalannya hal itu belum menjawab pertanyaan, siapakah yang harus bertanggung jawab atas kematian tiga orang pengunjuk rasa serta belasan yang terkena peluru pada Insiden di Pelabuhan Sape, Bima."Menurut informasi yang saya dengar, sebelum ada penindakan, Hasanudin korlap aksi sudah minta jaminan tidak ada penembakan kepada AKBP Kumbul, permintaan itupun diamini oleh Kapolresta Bima tersebut. Ini menunjukkan kondisi peserta aksi sebenarnya sudah 'under preasure', mungkin bisa dikatakan mengibarkan bendera putihlah," ungkapnya.
Aboe juga memaparkan, terbukti setelah itu salah satu peserta aksi bernama Syahbuddin alias Om Budi membukakan pintu gerbang agar para Polwan bisa masuk. Dia juga melihat, hal itu merupakan bukti bahwa massa tidak seanarkis yang dilaporkan selama ini."Saya juga dengar setelah itu Hasanuddin sempat meminta waktu untuk merembukkan hasil pertemuan semalam dengan Kapolda NTB yang dilakukan di samping rumah makan Arema, namun permintaan ini tidak dipenuhi dan Kapolresta memerintahkan pasukan maju sepuluh langkah. Ini jelas, sebenarnya peserta aksi juga bermaksud membuka ruang dialog dengan aparat," paparnya.
Sementara di lapangan, diketahui polisi melakukan aksi pukul, tendang, popor dan tembak, menurutnya, sungguh sulit diterima nalar, sehingga menjadi pertanyaan mendasar dan belum terjawab, apalagi penggunaan senjata Polri hanya boleh dilakukan untuk pembelaan diri."Masih sulit diterima akal bila aksi dalam video yang dilakukan aparat itu dalam upaya pembelaan diri. Bahkan dalam Protab No 1/X/2010 pun membolehkan penembakan hanya diarahkan kesasaran yang tidak mematikan," terang legislator PKS itu.
Alhasil, Aboe menegaskan, atas korban yang meninggal dunia dan luka-luka, siapakah yang harus bertanggung jawab, bukankah menghilangkan nyawa orang termasuk perbuataan pidana. "Saya kira ini juga harus dijawab oleh Polri, jangan sampai nanti dibandingkan dengan pencurian sandal yang diancam 5 tahun penjara," tegasnya."Insiden Bima bukanlah pertama kali timah panas hasil pajak rakyat meregangkan nyawa rakyat, karenanya ini layak dievaluasi. Bahkan bila ada peraturan yang perlu dievaluasi, lakukan saja. Jangan sampai aturan hanya dijadikan dasar pembenar belaka," pungkasnya.