Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, menurutnya bahwa khusus PT Jamsostek tidak dapat menjelaskan data tentang Imbalan Jasa Kerja (IJK) pada periode 2006 samapi 2009, tidak ada informasi dan data yang jelas berapa konstribusi anak perusahaan Binajasa Abadi Karya pada keuntungan perusahaan PT Jamsostek.
"saat ini Jamsostek belum bisa menjelaskan 'Dana tidak bertuan' sebesar Rp. 4 triliun. Jamsostek belum menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan bagaimana program pengembalian dana tersebut pada peserta Jamsostek yang tidak lagi bekerja pada tempatnya terdaftar sebagai peserta," ujarnya, Rabu (5/10/11).
Febri juga mengatakan, Jamsostek masih belum Bisa menjelaskan berapa return atau besaran nilai dari keuntungan bunga sebesar Rp. 2.43 triliun pada peserta. Selain itu, dalam bunga deposito dan Jaminan Hari Tua tahun 2010, Ia juga menemukan beberapa kejanggalan.
"Ada kejanggalan dalam JHT 2010, mengapa bunga deposito JHT jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan bunga deposito dan Non JHT. Bukankah semakin besar dana yang didepositokan justru semakin besar interest Rate" jelasnya.
Sehingga hal ini menurut Febri, menunjukan ada kepentingan dijajaran komisaris PT. Jamsostek.salah satunya Bambang Subiyanto yang ternyata memiliki kaitan dengan PT.IIF (Indonesia insfratructure) dan hal ini bertentangan dengan informasi dalam buku laporan tahunan PT.Jamsostek 2010 yang menyatakan bahwa jajaran komisaris mereka independen dari kelompok Bisnis tertentu (hal 144 laporan Akhir tahun PT.Jamsostek)
Semua laporan itu menurut Febri didapat setelah melakukan uji informasi publik terkait penegelolaan dana di empat BUMN (Jamsostek, Askes, Taspen dan Asabri). namun Febri mengaku baru mendapat dari dua perusahaan yakni Jamsostek dan Askes, untuk Asabri dan Taspen belum bisa di dapat, sehingga ICW dan KAJS mengirimkan surat kebberatan.
"ICW mendapatkan buku laporan tahunan dari PT Jamsostek dan PT Askes sementara dua BUMN lainnya yaitu Asabri dan Taspen tidak mersepon sama sekali permintaan informasi Publick. Mereka belum menerapkan prinsip Good corporate Governance. Masalah ini, ICW dan KAJS telah menyampaikan surat keberatan pada empat direktur utama BUMN tersebut dan meminta mereka memberikan informasi dan data public sesuai dengan yang diminta," tegas Febri.
Lebih jauh, jika pihak ICW dan KAJS menemukan adanya tindak pidana korupsi maka akan dilaporkan ke KPK untuk diproses. "Sejauh ini kami belum menemukan indikasi korupsi tapi kejanggalan itu sudah ada, jika nanti ditemukan bukti-bukti baru maka kita akan melaporkan ke KPK," tandasnya.