Di sinilah pentingnya tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan sistem elektronik. Penarapan tata kelola yang baik (good pratice) tidak hanya mengacu pada aspek teknik, tetapi juga manajemen dan hukum. Karena itu, menurut Edmon Makarim, Pjs Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika, perlu melihat bagaimana pertanggungjawaban hukum penyelenggara sistem elektronik. Masalah ini pula antara lain yang menjadi fokus kajian Edmon saat mempertahankan disertasi doktor bidang ilmu hukum di Universitas Indonesia, 11 Juli lalu.
Menurut Edmon, pada dasarnya sistem elektronik menggunakan prinsip praduga bersalah, atau prinsip pertanggungjawaban berdasarkan atas kelalaian (negligence). Disebut juga presumed liability. Pria kelahiran 10 Mei 1970 ini menyimpulkan bahwa Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menganut prinsip praduga bersalah. Simpulan ini bisa ditarik dari rumusan pasal 15: "Setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. "Penyelengara diposisikan dalam keadaan bersalah yang dibebankan kewajiban untuk selalu bertanggung jawab, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa kesalahan atas sistem elektronik bukan merupakan kesalahannya," papar Edmon.
Memang, di negara dengan tradisi Common Law, ada kecenderungan prinsip pertanggungjawaban bergeser menuju prinsip pertanggungjawaban ketat atau strict liability. Tanggung jawab ketat terutama diterapkan terhadap sistem elektronik yang berdampak besar, dan berpotensi merugikan kepentingan umum yang lebih luas.
Dalam menangani kasus-kasus elektronik, pengadilan juga perlu memikirkan keseimbangan resiko tadi dengan kemanfaatan. Dalam konteks ini, pengadilan tetap terbuka menerapkan prinsip strict liability meskipun pasal 15 UU ITE menganut presumed liability. "Tetap terbuka peluang bagi hakim untuk menerapkan prinsip strict liability demi melindungi kepentingan umum yang lebih besar," tulis pengajar hukum telematika di Fakultas Hukum UI ini.
Pernyataan Edmon bukan tanpa dasar. Pasal 1367 KUH Perdata menyatakan setiap orang harus bertanggung jawab atas orang atau benda yang berada di bawah penguasaannya. Rumusan pasal 15 UU ITE pun, menurut Edmon, mengkondisikan bahwa penyelenggara negara berkewajiban memperhatikan kondisi tertentu dalam penyelenggaraan sistem elektronik.
Meskipun ada peluang bagi hakim menyimpangi presumed liability, Edmon berpendapat bahwa hakim tetap harus melihat secara proporsional. Strict liability selayaknya hanya untuk kasus-kasus tertentu dengan memperhatikan bagaimana penyelenggara melakukan pencegahan dan manajeman resiko. Kalau misalnya kesalahan terjadi karena konsumen tidak membaca dan mengisi data secara benar, unsur kesalahan tentu tidak dapat begitu saja dibebankan kepada penyelenggara sistem elektronik.
Pada bagian lain penelitian disertasinya, Edmon menyayangkan belum adanya suatu standar pemeriksaan hukum dalam bidang teknologi informasi. Sejauh ini Menteri Komunikasi dan Informasi memang sudah mengeluarkan Peraturan No. 41/PER/MEN.KOM.INFO/11/2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Tetapi Peraturan ini dinilai Edmon masih perlu direvisi, antara lain dengan memasukkan unsur kepatuhan hukum di dalamnya. Ia juga berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik yang akan diterbitkan, sistem pertanggungjawaban hukum tersebut diperjelas, baik tentang siapa saja yang bertanggung jawab maupun tentang bagaimana mekanisme pertanggungjawaban itu dilakukan menurut hukum.