

Cuplikcom - Indramayu - Jalan penghubung vital yang menghubungkan Kecamatan Bongas menuju Gabuswetan, tepatnya di Desa Druntenkulon, Kecamatan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, kini berada dalam kondisi memprihatinkan, Selasa (18/11/2025).
Kerusakan parah yang ditandai dengan banyaknya lubang besar terisi genangan air telah mengubah jalur ini menjadi "kolam ranjau" yang sangat membahayakan pengguna jalan, terutama selama musim hujan.
Kondisi ini telah memicu gelombang protes dari warga dan pengendara yang mendesak pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah perbaikan demi menjamin kelancaran dan keselamatan lalu lintas.
Pemandangan miris terlihat jelas di sepanjang jalan yang membentang di tepi sawah tersebut. Aspal yang mengelupas menyisakan lubang-lubang lebar dan dalam, yang seketika berubah menjadi kubangan air layaknya kolam ikan.
Kerusakan ini tidak hanya menghambat mobilitas warga setempat secara drastis, tetapi juga memaksa pengendara untuk melakukan manuver ekstrem ke tengah atau ke pinggir jalan hanya untuk menghindari jebakan lubang besar tersebut.
Salah satu pengguna jalan yang merasa sangat dirugikan, Warto, mengungkapkan kekesalannya yang memuncak.
"Ini bukan lagi jalan berlubang, tapi sudah seperti kolam ranjau. Setiap hari harus ekstra hati-hati, apalagi kalau malam, lubangnya tidak terlihat karena tertutup air. Sangat membahayakan. Kami harus bermanuver ke tengah atau minggir sekali untuk menghindari lubang-lubang besar ini. Tolong segera diperbaiki sebelum ada korban jiwa," ungkapnya dengan nada kesal.
Warto menambahkan bahwa jalan tersebut diketahui sudah pernah diperbaiki sebelumnya, namun kondisinya kini kembali rusak parah dan berlubang selama berbulan-bulan tanpa adanya tindak lanjut.
"Sudah berbulan-bulan kondisinya begini, tidak ada tindak lanjut lagi. Apa harus menunggu viral dulu di media sosial baru jalan ini diperhatikan? Kami butuh aksi nyata, bukan janji-janji perbaikan," pungkasnya.
Komentar senada disampaikan oleh Anton, pengendara sepeda motor lainnya, yang menyoroti kejanggalan dalam prioritas pembangunan infrastruktur di lokasi tersebut.
"Aneh sekali rasanya. Di kanan dan kiri jalan, Tembok Penahan Tanah (TPT) itu sudah selesai dibangun, kelihatan kokoh dan rapi. Artinya, ada anggaran untuk membangun infrastruktur di lokasi ini," ujar Anton.
Anton mempertanyakan mengapa jalan utama yang menyangkut keselamatan dan kelancaran mobilitas justru dibiarkan hancur. Ia menilai seharusnya perbaikan jalan dan pembangunan TPT dilakukan secara bersamaan.
"Tapi mengapa jalan utamanya sendiri dibiarkan hancur seperti ini? Seharusnya perbaikan jalan dan TPT itu dilakukan berbarengan. Maka dari itu, menyangkut keselamatan kami, para pengguna jalan, memohon untuk perbaikan aspal yang penuh lubang ini," tegasnya.
Kondisi jalan yang penuh lubang dan genangan air ini tidak hanya memperlambat waktu tempuh dan merusak kendaraan warga, tetapi juga secara nyata meningkatkan risiko kecelakaan. Di tengah visibilitas yang rendah, terutama saat hujan deras atau malam hari, lubang-lubang yang tertutup air menjadi perangkap yang siap menjatuhkan pengendara, memperparah ancaman keselamatan di jalur utama penghubung antar kecamatan tersebut.
Kerusakan parah pada jalan Bongas-Gabuswetan ini telah menjadi isu mendesak yang memerlukan respons cepat dari pemerintah daerah. Mendesaknya perbaikan bukan lagi sekadar permintaan kenyamanan, melainkan tuntutan keselamatan jiwa dan kelancaran roda ekonomi lokal. Warga kini menantikan aksi nyata dan solusi permanen dari pihak berwenang agar jalur vital ini dapat berfungsi normal kembali dan menghilangkan predikatnya sebagai "kolam ranjau" yang mematikan.