"Dan di Indramayu lebih parah. MK harus melihat ini demi menegakan supremasi hukum dan taat Undang-undang di atasnya," ujar salah satu kuasa hukum, Sahali SH, Selasa (5/1/16).
Ia menjelaskan, pihaknya sangat memahami dengan adanya peraturan MK 1/2015 yang menyatakan bahwa ada syarat selisih terkait boleh tidaknya mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum(PHPU) ke MK, menurutnya hal itu hanyalah soal hitung menghitung dan angka-angka, bukan substansi bagaimana proses demokrasi tersebut dilaksanakan.
"Ngomongin demokrasi itu bukan hanya angka tapi juga proses Pemilu. Dan di Indramayu jelas-jelas telah terjadi money politic, mobilisasi PNS dan birokrasi, intimidasi, dan pelanggaran lainnya yang sangat terstruktur sistematis dan masif. Tentu ini yang harus MK ambil untuk menyikapi polemik Pilkada demi menghasilkan pemimpin yang bersih, sesuai cita-cita bangsa Indonesia," paparnya.
Apalagi, imbuh Sahali, Indramayu sejak tahun 2000 dipimpin oleh suami Paslon incumbent (Irianto MS Syafiuddin alias Yance), dan sudah 3 (tiga) periode (2000-2015) memimpin Indramayu, sehingga potensi penyalahgunaan wewenang sangat besar, termasuk dalam proses Pilkada pada 2015 saat ini.
"Sudah 15 tahun jelas dimimpin oleh dinasti, sehingga praktik TSM di Pilkada 2015 pastinya dilaksanakan serapih mungkin," jelasnya.
Oleh karenanya, pihaknya telah mempersiapkan semua bukti dan saksi terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan incumbent nomor urut 1 Anna Sophanah-Supendi.
"Kita sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mari buktikan saja," tandasnya.
Diketahui, tim hukum Paslon nomor 2 sudah mendaftarkan permohonan ke MK dengan nomor perkara 85/PAN/PHP-BUP/2015 dan sudah dinyatakan lengkap oleh MK melalui surat nomor 85-1/PAN.MK/01/2016 tertanggal 3 Januari 2016. MK akan melakukan sidang pendahuluan untuk Indramayu akan diagendakan pada 7 Januari mendatang.