
"Sebenarnya, yang banyak dibatalin kan UU liberalisasi ekonomi yang merupakan amanat WTO, bukan UUD 1945. Begitu ratifikasi Perjanjian WTO maka pemerintah diwajibkan membuat berbagai UU untuk memfasilitasi perdagangan bebas tersebut. Wajar jika paket UU tersebut diinisiasi oleh Pemerintah," ujar Anggota Komisi Hukum, Eva Kusuma Sundari, Rabu (16/11).
Dia menjelaskan, sebagamana diketahui seperti draft-draft UU liberalisasi energi, keuangan, SDA atau pertanian bahkan disiapkan oleh konsultan-konsultan asing dan sering dibiayai oleh WB dan IMF, yang memang merupakan agen-agen pelaksana WTO.
"Jadi ini harus disoal, dalam hal proses penyusunan draft-draft yang berupa jalan-jalan ke Luar Negeri, beasiswa-beasiswa, ataupun jadi konsultan program-program," papar politisi PDI Perjuangan itu.
Eva melakukan oto-kritik terhadap DPR, bahwa kesalahan DPR terhadap keikutsertaan pembentukan UU tersebut adalah tidak mampu screening agar draft-draft tadi sesuai Konstitusi. "padahal sudah ada UU 12/2011 tentang tata urutan pembuatan UU tapi belum berfungsi sebagai framework yang efektif dalam proses legislasi. Sepatutnya, Baleg mengembangkan check list untuk memastikan bahwa tiap UU mengikuti UUD 1945," tegasnya.
Sehingga, menurutnya, proses legislasi di DPR jadi rentan adanya suap-menyuap pasal-pasal oleh kelompok kapital karena inti liberalisasi ekonomi adalah berkepentingan untuk menguatkan kelompok pemodal, terutama pihak asing. "Tapi, DPR hanya area pertarungan kepentingan di hilir saja," tandasnya.