Kalau tidak ada aral melintang, pekan ini Tim Pengawasan dari Kejaksaan Agung akan terjun ke Banten untuk melakukan inspeksi. Inspeksi merupakan tindak lanjut dari hasil eksaminasi yang menyimpulkan jaksa kasus Prita Mulyasari tidak profesional. Tim ini akan memeriksa jaksa-jaksa yang selama ini ikut menangani, atau karena jabatannya ikut bertanggung jawab terhadap kasus Prita. "Saya sudah perintahkan. InsyaAllah Senin (hari ini -red) harus sudah dilaksanakan," ujar Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Hamzah Tadja.
Di lapangan, Tim akan menggali lebih jauh bentuk ketidakprofesionalan jaksa saat menangani kasus pencemaran nama baik melalui e-mail tersebut. Jaksa Agung Hendarman Supandji juga sudah memerintahkan bawahannya untuk mendalami apakah ada ‘kepentingan' jaksa saat memutuskan menahan Prita. Sayang, Hendarman tidak menjelaskan lebih jauh ‘kepentingan' dimaksud.
Tetapi, Jum'at (05/6), Hamzah Tadja, menegaskan bahwa Tim yang diterjunkan ke Banten akan melakukan inspeksi secara menyeluruh. Surat untuk meneruskan eksaminasi ke inspeksi sudah dibuat. Tim akan menelusuri apakah ada unsur kelalaian atau kesengajaan menahan Prita mengingat penyidik polisi tidak menahan ibu dua anak itu. Tim juga akan mengecek ulang informasi yang berkembang bahwa jaksa menerima fasilitas dari rumah sakit yang melaporkan Prita ke polisi. "(Informasi itu) akan kami telusuri," kata Hamzah Tadja, seraya mengingatkan bahwa pemberian fasilitas demikian tidak dapat dibenarkan. "Nanti, kami dalami semua," lanjutnya.
Jaksa yang bakal diperiksa bukan hanya Rahmawati Utami, penuntut umum perkara Prita. Tetapi juga atasannya, yakni Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tangerang Irfan Jaya Azis, Asisten Pidana Umum Indra Gunawan, Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Suyono, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Dondi K. Soedirman. Menurut Hamzah Tadja, Dondi diperiksa karena dinilai ikut menyetujui penahanan Prita atas usul penuntut umum.
Dihubungi Forum Wartawan Kejaksaan Agung melalui telepon Jum'at lalu, Kajati Dondi menyatakan siap memberikan keterangan dan klarifikasi kepada Tim Jamwas. Namun hingga Jum'at, ia mengaku belum menerima surat panggilan untuk pemeriksaan kepada dirinya. "Saya siap memberikan klarifikasi," imbuhnya.
Cuma, Hamzah mengingatkan bahwa inspeksi tersebut tidak bisa langsung dimaknai semua jaksa kasus Prita bersalah. Pemeriksaan justru untuk mengklarifikasi berbagai hal, termasuk kemungkinan ‘kepentingan' yang dicurigai Jaksa Agung, dan pengetahuan jaksa terperiksa atas kasus Prita. "Kalau dimintai keterangan bukan berarti langsung salah. Tapi apa yang dia tahu," tutur Hamzah.
Kalau dari hasil inspeksi memang terbukti ada yang bersalah, jaksa bersangkutan bisa dikenai sanksi. Kalau tingkat kesalahan sangat berat, ada kemungkinan jaksa tersebut dipecat. "Kalau ada pidananya, silahkan ditangani polisi," tegasnya. Hamzah belum bisa menentukan berapa lama inspeksi itu akan selesai karena tergantung pada seberapa banyak jaksa yang akan diperiksa.
Sekadar mengingatkan, Prita Mulyasari adalah pasien Rumah sakit Omni Internasional Alam Sutera Tanggerang. Prita dirawat sejak 7 Agustus hingga 12 Austus 2008. Merasa mendapat pelayanan kurang memuaskan, ia menulis keluh kesah dan mengirimkan pengalaman itu kepada beberapa teman dekatnya. Keluhan Prita akhirnya dimuat di milis. Merasa nama baik dokter dan rumah sakitnya tercemar, RS Omni Internasional melaporkan Prita ke kepolisian dan menggugat secara perdata. Omni memenangkan gugatan perdata. Prita diwajibkan membayar ganti rugi materil dan immateriil. Perkara pidananya baru disidangkan pekan lalu.
Perkara pidana inilah akhirnya yang mencuat ke permukaan karena jaksa menambah jerat hukum terhadap Prita dengan memasukkan pasal 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Berbekal UU ITE itu, jaksa menahan Prita, walau akhirnya diubah menjadi tahanan kota.