Ilustrasi Pungli (Cuplikcom/ist)
Cuplikcom - Indramayu - Dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pembangunan pagar sekolah di SDN Ujungpendok Jaya Kabupaten Indramayu menyisakan cerita menggelitik. Kepala Sekolah (Kepsek) dan komite sekolah saling silang tanggung jawab.
Hal itu terjadi ketika pihak sekolah memotong tabungan siswa dengan dalih untuk pembangunan pagar sekolah. Setiap siswa dikenakan potongan tabungan sebesar Rp210 ribu. Uang yang terkumpul pun jumlahnya puluhan juta rupiah.
Awalnya Kepsek SDN Ujungpendok Jaya, H Mahmud, menyebut uang patungan yang dipotong dari tabungan siswa itu merupakan program komite sekolah. Pihaknya, kata dia, mengaku menyerahkan sepenuhnya teknis pungutan kepada komite sekolah.
"Iya, itu programnya komite untuk merehab pagar yang hampir roboh. Untuk lebih jelas silahkan (konfirmasi) ke komite saja. Soalnya saya tidak tahu hasil rapatnya," sergah dia.
Namun pernyataan Mahmud dibantah oleh salah satu komisioner sekolah, Yuniarti. Ia mengatakan bahwa komite sekolah bukan sebagai inisiator program pembangunan pagar sekolah. Komite, imbuh dia, hanya menjembatani antara pihak sekolah dengan orang tua siswa.
"Tidak, saya hanya melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai komite sekolah, untuk menjembatani sekolah dan wali murid" ujar dia.
Alih-alih bertanggungjawab, keduanya malah saling silang tanggung jawab. Kepsek dan komite sekolah sama-sama mengaku tidak pernah menginisiasi pemotongan uang tabungan siswa untuk pembangunan pagar sekolah.
Sekadar informasi, setiap tabungan siswa dipotong sebesar Rp210 ribu.
Sejumlah orang tua siswa mengaku mengeluhkan praktik pemotongan tabungan dengan jumlah yang tidak sedikit itu. Padahal, uang tabungan tersebut sebagian besar digadang-gadang oleh orang siswa untuk memenuhi kebutuhan tahun ajaran baru.
Ditanya soal ada tidaknya pemberitahuan awal dari pihak sekolah, mereka mengaku tidak mengetahuinya. Kalaupun ada pemberitahuan, kata mereka, praktik semacam itu tergolong pungutan liar (pungli). Apalagi saat pemotongan uang tidak diberikan tanda terima berupa kuitansi atau sejenisnya.
"Saya harus membayar uang bangunan untuk dua anak saya di sekolah tersebut. Itu artinya saya sudah bayar Rp420 ribu. Kami tentu keberatan, terlebih alasannya untuk uang bangunan yang setahu kami sudah dianggarkan oleh pemerintah," ungkap salah satu orang tua siswa lain.
Pemerhati pendidikan di Kabupaten Indramayu, Tomi Susanto, menilai praktik yang dilakukan SDN Ujungpendok Jaya bisa masuk dalam kategori dugaan pungli. Pasalnya, kalaupun program itu diinisiasi oleh komite sekolah, namun dalam praktiknya, uang disimpan dan dihimpun oleh guru.
"Itu akal-akalan saja. Karena saya juga pernah mendengar sekolah tersebut pernah tersandung kasus PIP (Program Indonesia Pintar). Nanti akan kami pelajari, jika ditemukan pelanggaran, kami akan teruskan kasusnya ke saber pungli kabupaten," tandas dia.