Cuplik.Com - Indramayu - Teka-teki akan kondisi pencairan
Anggaran Dana Desa (ADD) akhirnya terjawabkan karena belum banyaknya pengajuan yang dilakukan para kuwu. Dari
316 desa baru
12 desa saja yang telah mencairkannya padahal uang itu sudah standby semenjak 2 minggu lalu. Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu
(AKSI) mengaku kesulitan tak lebih berbelitnya aturan pencairan yang hingga kini pun mau berubah lagi.
Kepala BPMD Kabupaten Indramayu Joko Pramono menyatakan, pencairan ADD sudah dilakukan sejak dua minggu lalu. Menurut dia, sudah ada 12 desa, di antaranya dari Kecamatan Karangampel. Sementara 16 desa sudah diproses kemarin.
Saat ini, kata Joko, pencairan ADD bergantung kepada para kuwu. Mereka harus mengajukan permohonan pencairan ADD terlebih dahulu.
"Tidak bisa hanya dengan mengatakan, Pak, saya minta cair? Kalau caranya seperti itu, bagaimana saya mencairkannya ke Badan Keuangan Daerah. Kan harus ada proposal," ujarnya.
Joko menilai, banyak kepala desa yang belum menempuh mekanisme itu.
"Banyak yang belum menempuh mekanisme itu, disangkanya seperti TAPD (tunjangan anggaran perangkat desa). Uang datang ke desa, mereka tinggal tanda tangan," katanya.
Mengenai besaran ADD yang diperoleh setiap desa bervariasi. Joko menyebutkan, paling kecil Rp 377 juta dan paling besar Rp 679 juta. Sementara Dana Desa paling kecil Rp 287 juta, sedangkan paling besar Rp 360 juta. Besar kecilnya dipengaruhi oleh luas wilayah, angka kemiskinan, jumlah penduduk, dan indeks kesulitan geografis.
Ketika dimintai konfirmasinya, Sekretaris Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu Wartono membenarkan adanya mogok kerja, pengembalian kunci balai desa, dan unjuk rasa yang dilakukan sejumlah kuwu beserta pamong desa ke kecamatan masing-masing.
"Iya, informasi itu benar. Memang ada penyegelan karena kekecewaan. Yang melakukan itu desa-desa di tujuh kecamatan, di antaranya Kecamatan Cantigi, Losarang, Kandanghaur, Juntinyuat, Karangampel, dan Tukdana," ucapnya.
Akan tetapi, Wartono menegaskan, tindakan yang dilakukan puluhan kuwu itu bukan atas nama Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu, melainkan inisiatif para kuwu tersebut. Dia menduga para kuwu bersikap demikian lantaran selama ini merasa dininabobokan oleh pemerintah sehingga kekesalan mereka memuncak seperti itu.
"Kekesalan itu sah-sah saja, tapi kami imbau kepada para kuwu jangan sampai mengganggu pelayanan kepada masyarakat," ucapnya.
Pasalnya, unjuk rasa tersebut sudah dilakukan sejak dua hari lalu hingga mereka memperoleh kepastian pencairan ADD.
Salah satu aturan yang berbelit-belit tersebut, Wartono mencontohkan terkait dengan pembuatan rekening bank. Awalnya, nomor rekening melalui BPR, lalu diubah menjadi Bank BJB karena harus bank pemerintah.
"Kemudian diubah lagi. Kalau dulu nomenklaturnya rekening pemerintah desa, sekarang diubah menjadi rekening kas desa," ucapnya.
Dengan berganti-gantinya aturan seperti itu, Wartono mengungkapkan, para kuwu berasumsi bahwa aturan itu hanya mengada-ada. Menurut dia, kalau yang digunakan adalah rekening kas desa dan rekeningnya di Bank BJB, seharusnya dari awal diinformasikan.
"Yang membedakan rekening pemerintah desa dan rekening kas desa apa sih? Justru rekening pemerintah desa memiliki kelembagaan yang jelas," ucap Wartono.
Wartono pun tidak menerima tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan bahwa keterlambatan pencairan ADD lantaran ketidakpahaman para kuwu tentang mekanisme.
"Kita malah balik bertanya, sudah berapa kali BPMD memberikan pelatihan dan berapa kali BPMD melakukan perubahan atas aturan yang mereka sampaikan, lalu juklak juknis yang diatur oleh BPMD sejak kapan disampaikan kepada kami? Desa mana saja dan di kecamatan mana saja yang sudah diberikan," ujarnya.
Pasalnya, pihaknya merasa sosialisasi langsung oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Indramayu BPMD belum pernah dilakukan. Adapun pemberian materi di Bandung isinya peninaboboan. Oleh karena itu, Wartono mengaku kurang menerima adanya bila ada yang menyalahkan kuwu dalam keterlambatan proses pencairan ADD.
"Peraturan yang rumit dan para pemegang kebijakan yang menyosialiasikan aturan tersebut juga kurang memahami, seperti halnya kuwu-kuwu," tuturnya.
Salah satu bendahara desa larangan jambe kecamatan kertasemaya, Warkisa, SH dirinya yang kini datang baru mengajukan untuk mencairkan anggaran dana desa itu mengaku sudah kelima kalinya.
"Sama sekarang sudah lima kali mas sejak januari lalu dan memang selalu ganti karena peraturannya berubah-ubah," Ungkapnya
Akibat belum cairnya itupun, diakui pelayanan disana memang masih berjalan namun harus direlakan para pamong desa disana dijalankannya dengan ikhlas betul dengan tanpa mendapat gaji dulu perbulannya.
"Para Pamong puasa loh mas karena memang gak ada uangnya karena susah dicairkan," Keluhnya
Diakui juga pembangunan di desa pun terhambat dan tak berani ditempuh resiko pihaknya untuk mengutang untuk hal itu.
"Kita berani mengutang itu hanya untuk masalah air yang kini menyulitkan pertanian dan jumlahnya itupun hanya puluhan juta," Tukasnya.