"Politik dinasti itu bagus karena sejak kecil sudah dididik menjadi politisi, namun politik dinasti dilarang ketika ada secara berurutan (melanjutkan periode) atau dalam satu periode. Tapi kalau diselang itu tidak apa-apa," ujar Guru Besar Fakultas Hukum UI, Satya Arinanto, di gedung DPD, Rabu (20/6).
Pelarangan politik dinasti yang berurutan atau dalam satu periode, Menurutnya, pemerintah yang memanfaatkan keluarganya, baik isteri, anak, atau sanak saudara terdekat selalu menggunakan fasilitas negara untuk mendukung keluarganya maju menjadi penguasa.
"Katanya kalau dilarang itu melanggar HAM, masalahnya bukan soal HAM-nya, tapi karena politik dinasti itu menggunakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung keluarganya. Misalnya Orang yang tidak bisa apa-apa bisa difasilitasi untuk bisa mengakses dan dibuat menjadi pejabat publik," paparnya.
Seperti diketahui, lanjutnya, politik dinasti selalu menggunakan kekuatan wewenangnya untuk meminta dukungan rakyat dengan cara menawarkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, pembangunan masjid, sekolah, dan lain-lain, padahal itu adalah hak rakyat.
Sementara, menurut Pimpinan Kelompok DPD di MPR, John Pieris, menegaskan, politik dinasti akhirnya seakan-akan rakyatlah yang menghendaki atau melestarikan. "Rakyat juga yang menentukan dan melestarikan poltik dinasti. Politik dinasti banyak negatifnya. Ini kaitannya dengan poltik uang, siapa yang berduit rakyat memilihnya," katanya saat yang sama.
Untuk itu, bagi pengamat politik, J Kristiadi, masalah politik dinasti, harus dibatasi dengan aturan-aturan yang jelas, terutama dalam seleksi pemilihannya, yakni bermuara sejak dari partai politik.
"Seleksi kader partai harus sejak dini. Ini yg harus diperhatikan oleh partai," tandasnya.