Cuplik.Com - Jakarta - Meski UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sudah disahkan, KAJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) menyadari bahwa UU ini masih membutuhkan pengawalan ekstra dalam proses implementasi dan finalisasinya. Oleh sebab itu KAJS membentuk 'Komite Pengawas BPJS' (BPJS Watch).
"Melibatkan sebanyak mungkin pihak yang kompeten dan memiliki integritas seperti akademisi, ICW (Indonesian Corruption Watch), anggota DPR, yang berkomitmen, dan lain-lain, untuk mengawasi proses sinkronisasi, harmonisasi, sampai ditandatangani UU BPJS ini oleh Presiden, yakni paling lambat 28 November 2011," papar Sekjen KAJS Said Iqbal, Rabu (2/11/11).
Hal itu dilakukan menurutnya guna mengantisipasi hilangnya ayat atau pasal dalam UU ini, sebagaimana pernah terjadi pada UU Tembakau dulu. Komite Pengawas BPJS juga akan mengawasi implementasi langsung dari jaminan sosial menyeluruh bagi seluruh rakyat mulai tahun 2014 dan 2015 nanti.
Untuk itu, Dia juga mengaskan bahwa perjuangan KAJS belum selesai, mengingat masih banyak hal-hal teknis yang oleh UU BPJS diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP), seperti pengaturan mengenai tata cara pembayaran iuran, tata cara pemilihan Dewan Pengawas dan Dewan Direksi.
"Maka KAJS mendesak agar Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait, untuk sesegera mungkin menyiapkan semua instrumen hukum yang dibutuhkan, guna melengkapi undang-undang yang ada yakni UU SJSN dan UU BPJS. Agar cita-cita terwujudnya jaminan sosial di Negeri ini, tidak hanya tertuang di secarik kertas saja," tegasnya.
KAJS menilai perjuangan disahkannya RUU BPJS menjadi pintu masuk pendidikan politik dan kewarganegaraan yang sesungguhnya bagi buruh dan seluruh masyarakat dalam proses penentuan kebijakan di Negeri ini.
"Dorongan yang luar biasa besar dari masyarakat agar RUU BPJS disahkan melalui berbagai macam cara, terbukti mampu menentukan kebijakan politik Pemerintah dan DPR yang berujung pada disahkannya UU BPJS," jelasnya.
Ia menjelaskan UU BPJS adalah pengatur teknis penyelenggaraan jaminan sosial, seperti bentuk badan hukum, operasional penyelenggaraan, kepesertaan, iuran, dan sanksi, hal itu dapat menjadi tonggak utama dalam mereformasi sistem penyelenggaraan jaminan sosial terdahulu, yang mana masih bersifat diskriminatif dalam kepesertaan, limitatif dalam pemberian manfaat, tidak transparan dalam pengelolaan, serta rawan manipulasi dan korupsi karena sulit diawasi publik dalam penyelenggaraannya.
"Dengan hadirnya UU BPJS, diharapkan perwujudan penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, melalui lima jaminan sosial dasar, benar-benar dapat diwujudkan di Negeri ini," tandasnya.
Lima jaminan dasar tersebut adalah Jaminan Kesehatan (JKes), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKem), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).