Bila kategorisasi yang baru telah jadi, maskapai dengan standar keselamatan
pas-pasan pun bisa terdegradasi pada kategorisasi lebih rendah.
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Departemen Perhubungan, Yurlis Hasibuan mengatakan, kategorisasi dilakukan untuk mengejar target rasio keselamatan penerbangan. Bila dua tahun lalu rasionya adalah 3,7 kecelakaan dibanding 1 juta penerbangan, tahun ini kecelakaan berhasil diturunkan menjadi 2,7 kecelakaan dibanding 1 juta penerbangan.
"Dalam lima tahun ke depan, kita ingin rasionya menurun menjadi 0,8 kecelakaan
dibanding 1 juta penerbangan," kata Yurlis di Jakarta, Selasa (11/8).
Untuk mencapai target tersebut, jelasnya, harus ada penyempurnaan kategorisasi
keselamatan penerbangan. Standar akan dititikberatkan pada manajemen
keselamatan. Perusahaan harus benar-benar menerapkan manajemen keselamatan
(safety management)-nya dengan baik.
"Dulu safety management sudah dilaksanakan, tetapi tidak terlalu fokus, karena ada campurtangan UE (Uni Eropa) untuk menekan angka kecelakaan, jadi fokusnya
pada penekanan kecelakaan," ujarnya.
Dikatakan, untuk kategorisasi yang baru nantinya ada pembedaan maskapai besar
dan maskapai kecil. Hal ini disebabkan karena maskapai dengan armada besar dan
jumlah penerbangan besar biasanya memiliki kecelakaan yang lebih banyak.
"Tetapi kalau dihitung rasionya bukan berarti kecelakaan mereka lebih besar," ujarnya.
Bulan ini Dephub akan mengumpulkan seluruh maskapai untuk meminta pertimbangan mengenai penerapan aturan kategorisasi yang baru. "Kami juga akan mempertanyakan apakah mereka mau atau tidak kebijakan ini berlaku surut. Kalau keberatan tentu akan ada konsekwensinya, terkait dengan keselamatan," tandas Yurlis.