Selain subtansinya yang bermasalah menurut pandangan sejumlah LSM, Komisi III DPR pun terkesan tidak menargetkan RUU Tipikor akan dirampungkan sebelum periode jabatan DPR 2004-2009 berakhir. Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan sendiri mengaku kaget atas ‘kedatangan' RUU Tipikor secara tiba-tiba dari pihak pemerintah, sekitar akhir Mei lalu. "Kalau tidak salah, sampai ke DPR tanggal 27 Mei, dan Bamus sudah memerintahkan ke Komisi III, kita waktu itu tidak hadir, karena tidak ada undangan ke Komisi III. Dan sudah ada di Bamus saja, dibacakan di paripurna saja kita tidak tahu itu barang," jelasnya.
Meskipun tiba-tiba, namun, Trimedya mengatakan komisi yang ia pimpin tidak memiliki pilihan lain selain membahas RUU tersebut. Tugas terberat Komisi III, kata Politisi PDIP ini, adalah melakukan sinkronisasi dengan RUU terkait yang sedang dibahas di DPR, seperti RUU Peradilan Umum dan khususnya RUU Pengadilan Tipikor. Beberapa hal yang harus disinkronkan, menurut Trimedya, diantaranya terkait kewenangan penyadapan dan penuntutan perkara korupsi.
Mengingat waktu yang tersisa dan kesibukan anggota Dewan, Trimedya mengaku pesimis RUU Tipikor bisa selesai sebelum akhir masa jabatan DPR. Belum lagi, Komisi III juga memiliki hutang beberapa RUU yang belum selesai seperti RUU Palang Merah, RUU Komisi Yudisial, RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU Tindak Pidana Pencucian Uang. Trimedya mengatakan Komisi III akan lebih memprioritaskan RUU Komisi Yudisial, RUU Mahkamah Konstitusi.
"Kalau RUU Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mungkin bisa selesai masa jabatan ini, tapi RUU KY dan RUU MK ini penting cepat selesai. RUU yang masih nunggak saja banyak, bagaimana menyelesaikan RUU yang baru masuk ke DPR. Sedangkan RUU Pengadilan Tipikor itu sendiri bukan Komisi III, tapi pansus," katanya.
Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono tetap berharap Komisi III segera membahas RUU Tipikor yang diajukan pemerintah. Agung memahami kendala waktu yang dihadapi Komisi III, karena pengajuannya agak terlambat. "Tapi karena sudah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sebaiknya dicoba terus atau diupayakan terus. Kalaupun tidak selesai pada periode sekarang, ya kita lanjutkan ke periode yang akan datang," ujarnya seusai menyampaikan pidato penutupan Masa Sidang IV DPR Tahun Sidang 2008-2009, Jum'at (3/7).
Berbeda, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa DPR sebaiknya memprioritaskan penyelesaian RUU Pengadilan Tipikor. Selain, karena amanat dari Putusan MK, kehadiran RUU Pengadilan Tipikor dipandang mempunyai daya dukung kuat untuk pemberantasan korupsi. "Saya kira kalau yang lain masih dimungkinkan dibahas oleh DPR periode yang akan datang. Saya yakin rekan-rekan kalau fokus selesaikan RUU ini, pansusnya sudah bekerja. Waktu sekitar dua bulan saya kira cukup untuk mereka mengerjakannya," katanya.
Dalam jumpa pers di Depkumham, Senin (6/7), Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta menjelaskan gagasan menyusun RUU Tipikor dimaksudkan untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Andi membantah tudingan bahwa pemerintah melalui RUU Tipikor berupaya melemahkan kewenangan KPK. Ia menegaskan, substansi yang dijabarkan dalam RUU versi pemerintah merupakan jabaran dari substansi RUU terdahulunya. "Karena memang UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 mengatakan seperti itu," katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah LSM memang menuding pemerintah berencana melemahkan kewenangan KPK. Tudingan itu didasarkan pada substansi RUU versi pemerintah yang eksplisit menyatakan penuntutan boleh dilakukan oleh Kejaksaan dan KPK. Hal ini menimbulkan kerancuan bagi penuntut di KPK.