Hal itu diungkapkan anggota Komisi IV DPR, Ono Surono ST, ia menegaskan bahwa pemberlakuan tersebut berdasarkan ungkapan dari Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki pasca pertemuan menteri Susi Pudjiastuti dengan presiden Jokowi.
"Dikatakan bahwa penundaan itu berlaku untuk semua daerah dan bukan terbatas hanya untuk Jawa Tengah saja. Pernyataan Teten ini sungguh telah mengakomodir aspirasi nelayan di seluruh Indonesia mengingat hampir seluruh daerah di Indonesia masih menggunakan pukat hela dan tarik dan fakta distribusi bantuan yang baru mencapai 7 persen saja," ungkap Ono yang juga menjadi Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nasional (MPN) kepada cuplikcom, Kamis (4/5/17).
Menurutnya, carut marut kebijakan yang dibuat Menteri KP, Susi Pudjiastuti yang berimplikasi membuat kegaduhan dan konflik pada masyarakat khususnya nelayan telah mendorong Presiden Jokowi untuk mengambil langkah-langkah strategis.
Ono yang juga menjadi Ketua Umum Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) menjelaskan, keputusan presiden Jokowi dinilai sangat tepat, karena berdasarkan penerapan Permen nomor 71/2016 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dan berdasar pada surat edaran sekretaris jendral KKP tentang pendampingan pergantian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Kebijakan tersebut, lanjut Ono, ternyata masih mempunyai kekurangan di hampir semua aspek yang meliputi tidak siapnya SDM nelayan, pendampingan permodalan yang tidak berjalan, penyediaan dan distribusi bantuan alat tangkap yang kurang dan tidak sesuai keinginan nelayan, perizinan yang masih sulit dan penangkapan dan proses hukumpun masih dilakukan oleh aparat penegak hukum dilaut terutama Polisi Air, seperti di Bangka Belitung, Pangkal Pinang, Meulaboh, Medan, dan daerah lainnya. Padahal waktu relaksasi itu hanya tersisa 2 bulan kurang.
"Waktu yang sangat tidak mungkin membereskan 38.000 unit kapal yang menggunakan alat tangkap pukat tarik dan hela di seluruh Indonesia," terang Ono.
Oleh karenanya, Ono menegaskan, gejolak dan protes dari nelayan ternyata direspon oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dengan memanggil Susi Pudjiastuti, Hari Rabu, 3 Mei 2017.
"Hasilnya adalah Pemerintah menunda pelaksanaan permen 71/2016 sampai Desember 2017," tegasnya.
Meski begitu, Ono menilai, dengan keterbatasan SDM, permodalan dan penyediaan/distribusi alat tangkap pengganti harusnya pemerintah menyediakan waktu yang lebih panjang paling tidak sampai 3 tahun ke depan atau sampai 31 Desember 2019. Sehingga dapat dipastikan pemerintah dan nelayan benar-benar siap baik dari sisi anggaran, pelatihan alat tangkap pengganti dan penyusunan/pelaksanaan skem pinjaman khusus oleh perbankan.
"Semoga niat baik Presiden Republik Indonesia dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dari Sumpah Palapa menuju Nawacita bukan sekedar doktrin pasif, tetapi benar-benar diwujudkan melalui pembangunan perikanan Indonesia tanpa terintervensi oleh Lembaga-Lembaga Dunia apalagi NGO-NGO Lingkungan yang tidak mau melihat kondisi nelayan Indonesia yang mayoritas kecil dan miskin," tandasnya.