"Kejaksaan Agung ataupun struktur dibawahnya seharusnya proaktif untuk mensikapi fenomena ini. Kejaksaan Tinggi, ataupun Kejaksaan Negeri Indramayunya sendiri, kalau tidak proaktif, maka patut dipertanyakan kinerjanya," kata Sahali, SH, praktisi hukum Indramayu, ketika dihubungi di ruang kerjanya, Selasa (9/8/14)
Sahali menambahkan bahwa, "Perlu diingat ketentuan KUHAP dalam ketentuan umum Pasal 1 butir 14 "Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana". Artinya, ketika Kejaksaan Agung menentukan Status tersangka terhadap siapapun memiliki alasan yang jelas dan tindak lanjutnya juga jelas," tandasnya.
Ditemui terpisah, Direktur Institut Analisis Wacana, JW, Umar S. Radic mengatakan bahwa penundaan pelantikan Yance bisa menjadi sebuah terobosan dalam politik hukum.
"Hemat Saya, rasa keadilan masyarakat tak berkaitan dengan siapa yang paling paham tentang hukum, melainkan lebih kepada bagaimana hukum itu bekerja dalam kesaksian masyarakat. Kasus Yance ini dapat menjadi contoh bagus dalam politik hukum yang diinisiasi oleh Menteri Dalam Negeri dengan menunda pelantikan Yance sebagai anggota DPRD Propinsi Jawa Barat," kata Umar.
"Analoginya adalah: bahwa hakim tidak bisa menolak mengadili suatu perkara dengan alasan bahwa belum ada aturannya. Artinya, inisiatif penundaan pelantikan Yance yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dapat mendorong lahirnya perubahan terhadap aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan berbagai kasus seperti kasus Yance ini," tutup Umar.