Salah satu pelaku usaha yang terkena dampak negatif adalah para produsen otomotif. Beberapa Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), sebagaimana dikutip dari Kompas, menerangkan bahwa nilai tukar rupiah yang menembus angka Rp 11.000 mengakibatkan ongkos produksi naik. Hal ini jelas berimbas pada penjualan.
Para pelaku industri otomotif terus melakukan pengawasan atas kejadian ini. Mereka terus memonitor hal ini, serta memperhatikan dengan seksama apakah tren ini bakal terus berlanjut ataukah sementara saja.
Jika tren ini terus berlanjut, maka produksi mobil dan penjualannya di akhir tahun 2013 akan dipengaruhi. Karena komponen, meski ada sumbangsih lokal sebanyak 85 persen, tetap saja bergantung sepenuhnya pada impor. Industri manufaktur masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap impor.
Sementara itu, Tutum Rahanta dari Asosiasi Peritel Indonesia mengatakan, Indonesia tidak punya daya tahan dalam menghadapi krisis. Pemerintah, ungkapnya, juga tidak kreatif dalam mendukung industri.
Saat ini, Bank Indonesia mencatat penurunan nilai tukar rupiah terhadap USD sudah pada angka Rp 10.785 per 1 USD untuk nilai jual.