
"Posisi Julianis sendiri adalah saksi kunci dalam kasus korupsi tersebut. Julianis sebagai orang kepercayaan tersangka Nazarudin yang mengatur struktur keuangan dari Grup Permai milik mantan Bendahara Partai Demokrat tersebut. Selain itu dalam BAP-nya Julianis juga mengakui telah mengirim uang ke sejumlah pihak atas perintah bosnya. Jadi, apa yang diungkapkan Julianis adalah kapasitasnya sebagai saksi di KPK," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, Kamis (21/3/13).
Menurutnya, laporan tersebut sebagai bukti bahwa ada pihak-pihak tertentu yang tidak suka dengan kesaksian Julianis dan melaporkannya ke polisi.
"Tapi IPW mendesak Polri tidak perlu memprosesnya, sampai ada kejelasan soal kasusnya di KPK. Jika tetap ngotot menangani pengaduan Ibas berarti Polri telah melakukan tiga hal negatif," jelasnya.
Ia memaparkan, tiga hal tersebut, Pertama, Polri bisa dianggap sudah mengkriminalisasi saksi kunci KPK.
Kedua, Polri bisa dinilai ingin ikut campur dalam kasus korupsi yang sedang ditangani KPK. Ketiga, Polri bisa dinilai telah diperalat pihak tertentu untuk membungkam saksi kunci KPK dalam kasus Wisma Atlet dan Hambalang yang diduga melibatkan banyak pihak.
"Jika penanganan Wisma Atlet dan Hamblang sudah tuntas ditangani KPK dan nama Ibas benar-benar tidak terlibat, barulah Polri bisa mengusut pengaduan Ibas. Melihat berbagai manuver yang dilakukan sejumlah pihak dalam kasus Wisma Atlet dan Hambalang, sudah saatnya LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) turun tangan melindungi para saksi kunci dalam kasus tsb, sehingga kasus mega-korupsi ini bisa terungkap terang benderang," pungkasnya.