Namun, selebihnya Deddy menilai sebagian besar pasal krusial undang-undang yang digodok Panitia Kerja (Panja) RUU Perfilman dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu sungguh merugikan industri perfilman. "Belum bikin (film) sudah dilarang-larang. Lebih kacau dari zaman Orde Baru ini," Pada Pasal 6 memang dituliskan banyak unsur pokok dari kegiatan dan usaha perfilman yang tidak boleh dilanggar. Misalnya, larangan menonjolkan pornografi, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, serta merendahkan harkat dan martabat manusia. "Sudah hancur ini. Banyak yang bertentangan," sahut Deddy. Deddy sampai menyindir RUU Perfilman itu bukan undang-undang, tapi lebih mirip kitab KUHP.
"Dan, perfilman (seperti) di bawah Departemen Perdagangan ini, bukan Menteri Budaya dan Pariwisata," ucapnya nyinyir. Apalagi, menurutnya, industri musik di Indonesia tidak diatur undang-undang tapi terbukti lebih maju daripada industri perfilman. "Lebih baik tidak ada UU. Daripada ikut membunuh (perfilman), mending tidak mendukung (RUU Perfilman)," tegas Deddy. Kalau tetap disahkan? "Mungkin berhenti bikin film. Dilarang-larang begitu. Saya menolak dengan keras dan sepenuh hati. Menjadi lahan jihad ini," terang produser sinetron PARA PENCARI TUHAN (PPT) itu.