Cuplik.Com - Boyolali: 40 dalang se-Surakarta menggelar wayang kulit semalam suntuk sejak Sabtu (29/8) hingga Minggu dini hari, dengan lakon "Bangun Purwo Kencono" di Lapangan Parkir Nglarangan, Karangmojo, Teras Boyolali.
Pagelaran wayang kulit yang melibatkan paguyuban dalang se-Surakarta itu, bertujuan melestarikan budaya Jawa (nguri-uri) yang adiluhung untuk bisa dicintai generasi muda, Wakil Bupati Boyolali, Seno Samudro, disela-sela pagelaran wayang kulit di Boyolali, Minggu (30/8).
Sementara 40 dalang yang tampil dalam pagelaran wayang kulit itu antara lain Ki Anom Suroto, KI Bayu Aji, Ki Joko Wardono, Ki Joko winarno, Ki Nengkleng, Nyi Nyanih, Ki Gusti Benowo, Ki Manteb.
Pertama yang tampil membuka dalam pagelaran tersebut, Ki Bayu aji yang merupakan anak dari Ki Anom Suroto dan dilanjutkan sejumlah dalang lainnya.
Para dalang tersebut mengambil cerita dengan lakon Bangun Purwo Kencono, yakni menggambarkan sebuah pemerintahan baru yang bersih dan baik serta bebas dari bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Lebih lanjat Seno mengatakan, selama ini seni budaya Jawa terutama wayang kulit kurang dikenal oleh generasi muda pada zaman sekarang ini.
Oleh karena itu, dengan adanya pagelaran seni wayang kulit ini, mereka bisa lebih mendekatkan diri dan bahkan lebih mencintai budaya itu agar tidak luntur.
Pagelaran wayang kulit yang mengambil lakon "Bangun Purwo Kencono" atau membangun landasan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bebas KKN.
Pagelaran wayang kulit yang dihadiri ribuan warga Boyolali dan sekitar, menurut dia, selain memberikan hiburan segar kepada masyarakat juga sebagai ajang komunikasi yang baik antara pejabat pemerintah dengan rakyatnya setelah usai menggelar pesta demokrasi yakni pemelihan legislatif maupun presiden dan wakil presiden.
Pagelaran wayang kulit merupakan media komunikasi atau sosialisasi, dan pendidikan bagi masyarakat. Karena, sebagian besar cerita yang dilakonkan menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan memberikan tuntunan yang baik bagi masyarakat.
"Sosialisasi melalui wayang kulit kepada masyarakat akan lebih cepat menangkap dan jelas apa yang disampaikan. Masyarakat dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari," katanya.
Sementara Warsono, seorang pengunjung asal Pengging menjelaskan, pagelaran wayang kulit diharapkan dapat digelar setiap tahun.
Menurut Warsono , karena selain sebagai hiburan gratis bagi masyarakat juga bisa mengenalkan budaya wayang kulit yang adiluhung kepada para remaja.
"Pagelaran jika sering dilakukan, maka masyarakat akan semakin dekat sehingga budaya jawa itu tak akan sirna ditelan zaman," katanya.