
Ono berharap di hari maritim nasional tahun ini, spirit tersebut dapat dituangkan dalam UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, yang hingga saat ini masih dalam proses pembahasan di legislatif.
"Sudah saatnya negara ini melakukan langkah strategis yang dimulai dengan membentuk Undang-undang tersebut, yang merupakan hak inisitif DPR RI dan sedang dalam proses pembahasan," ujar Ono Surono, Sabtu (22/8/15).
Ono memaparkan, potensi laut Indonesia yang terdiri dari 3,2 juta km2 wilayah laut; 6,2 juta ton ikan per tahun; dan 81 ribu km panjang pantai, sampai saat ini belum mampu menggeser posisi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berjumlah kurang lebih 7 juta orang yang sudah berada di posisi kelas menengah ke atas.
Anggota DPR dari fraksi PDIP ini juga mengingatkan terkait ungkapan presiden Jokowi yang pernah mengatakan "Selama ini kita telah memunggungi laut", menurutnya tentu harus dengan tegas bahwa Indonesia siap menghadapi laut untuk mensejahterakan rakyatnya.
"Pembenahan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap sudah dimulai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti dengan concern melakukan pemberantasan Illegal, Unreported, dan Unregulated (IUU) fishing, melalui berbagai macam paket Permen-Permennya," jelasnya.
Akibatnya, lanjut Ono, dunia perikanan tangkap pun dibuat ramai dan kisruh, ditandai dengan berhenti operasinya kapal-kapal asing dan eks asing, demo nelayan tentang pelarangan alat tangkap jenis Pukat, pelarangan penangkapan Kepiting, Rajungan dan Lobster, dan pembakaran atau pengebomam kapal yang ditangkap, serta penutupan dan PHK karyawan pada UPI (Unit Pengolahan Ikan) yang berpotensi menimbulkan pengangguran dan kemiskinan baru pada nelayan.
"Di saat pemberantasan IUU Fishing mendapatkan apresiasi rakyat Indonesia, tidak demikian yang dirasakan oleh pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan. Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam masih menghadapi masalah yang mendasar yang belum pernah terselesaikan," ungkapnya.
Ono mencontohkan, seperti halnya sarana pelabuhan dan TPI, akses pasar dan modal, kepastian usaha dan ekonomi biaya tinggi, serbuan ikan impor, kelembagaan, konflik wilayah tangkap, perlindungan keamanan dan jaminan sosial atau kecelakaan, hubungan kerja antara pengusaha atau pemilik kapal dengan nelayan ABK, kepemilikan lahan budidaya dan garam, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Oleh karenanya, Ono berharap UU tersebut seyogyanya dapat menjadi pintu masuk bagi Negara dan rakyat untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan dasar nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dengan pendekatan strategi perlindungan dan pemberdayaan yang mengunakan prinsip-prinsip kedaulatan, kemandirian, gotongroyong, keadilan, kelestarian dan keberlanjutan, serta kearifan lokal dan transparansi.
"Sehingga Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak hanya sekedar doktrin, tetapi harus dapat menjadi salah satu haluan negara dalam membangun Indonesia yang adil dan makmur. Selamat Hari Maritim. Jalesveva Jayamahe, di laut kita jaya," pungkas Ono