"Menurut saya, peristiwa hilangnya TV dari ruangan Pak Abbas bisa ditafsirkan secara hukum, politik, atau keduanya. Orang tak bisa lantas mengesampingkan aspek politik dari peristiwa hukum tersebut lalu mengatakan bahwa itu adalah peristiwa pidana murni yang menekankan pasal tentang pencurian," buka Umar S. Radic, Direktur Institut Analisis Wacana, JW
Umar melanjutkan, bahwa ada beberapa faktor yang harus dihilangkan dari penafsiran jika faktor-faktor tersebut dianggap tidak relevan.
"Misalnya saja faktor keamanan dan kamera CCTV. Nah, kita kan tahu bahwa Gedung Dewan dijaga selama 24 jam oleh Satpol PP dan di depan gedung ada Pos Polisi yang masih ditambah CCTV. Artinya, jika ada yang menggondol TV dari ruangan Wakil Ketua Dewan, maka itu akan segera diketahui sebab, TV bukan HP yang bisa ditaruh dikantong," kata Umar.
Umar kemudian mempertanyakan soal CCTV yang mati dan lolosnya si maling dari pantauan Satpol PP yang berjaga di sana. Maka dari itu, faktor CCTV yang mati serta absennya pantauan Satpol PP harus dicoret dari penafsiran bahwa ini adalah peristiwa pencurian biasa atau pidana umum.
"Berapa sih harga TV jika, misalnya Satpol PP sampai mau bekerja sama dengan maling TV? Tak mungkinlah motifnya adalah soal bagi-bagi duit hasil penjualan TV curian, pasti lebih dari itu. Ini menyangkut politik," papar Umar.
Setelah motif pidana umum dicoret, maka yang tersisa adalah motif politik. Tapi untuk tujuan apa?
"Motif politiknya boleh jadi untuk memecah konsentrasi PKB ketika sedang dilakukan soal pembagian Alat Kelengkapan Dewan. Tapi saya kira itu bukan motif satu-satunya. Masih ada motif lain seperti, misalnya, membatasi kunjungan rakyat ke fraksi-fraksi agar informasi tentang kinerja Dewan tidak merembes keluar," lanjut Umar.
Umar menilai bahwa dalam situasi tersebut ada sebuah mekanisme politik yang tak diketahui H Abbas, yang juga Ketua DPC PKB Indramayu, yang mendorong agar H. Abbas mengeluarkan kebijakan pembatasan kunjungan rakyat ke ruangan Fraksi PKB yang belakangan ini sering dikunjungi oleh beberapa wartawan dan organisasi sosial kemasyarakatan dalam rangka berdiskusi dengan wakil rakyat dari PKB.
"Saya kira, mekanisme politik tadi masih seputar pengamanan agar tak ada informasi apapun yang keluar dari gedung Dewan sehingga Koalisi Dominan leluasa bagi-bagi kursi, kekuasaan dan kesejahteraan segelintir elit Koalisi Dominan saja, lalu mengorbankan PKB," kata Umar, menutup tafsirnya.