Rabu, 12 November 2025

Indonesia, Liberalisme Bertopeng Nation-State

Indonesia, Liberalisme Bertopeng Nation-State

RAGAM
22 Oktober 2013, 10:47 WIB

Cuplik.Com - Di tengah hiruk perbincangan masalah korupsi yang menyangkut Akil Mochtar, Sufi Sudrun terkejut ketika tukang cat bernama Bagio, yang sedang mengecat tembok pesantren ikut berkomentar menyoal kasus-kasus korupsi dengan hukumannya yang super ringan dan pemberian pelayanan super mewah sewaktu berada di penjara.

Rupanya, Bagio yang lulusan sekolah dasar itu bersama tetangga-tetangganya rajin mengikuti tayangan televisi. Bagi Bagio dan tetangga-tetangganya, korupsi adalah tindak ‘kejahatan’ khusus dengan ‘hukuman’ khusus yang diperuntukkan bagi ‘pejabat-pejabat’ khusus dengan ‘penjara’ khusus pula.

“Enak sekali ya pak jadi pejabat itu, salah pun hukumannya ringan dan mewah. Coba kalau golongan kita yang mencuri ayam, kalau tidak dibedil kakinya oleh polisi sudah untuk, bahkan sering sudah tewas sewaktu di tahanan,” kata Bagio dengan nada heran.

“Semua itu kuncinya cuma satu kang,” sahut Sufi Sudrun

“Apa itu pak?” sahut Bagio ingin tahu.

“Duit,” kata Sufi Sudrun menjelaskan,”Siapa saja yang punya duit, maka dia bisa melakukan apa saja, mendapat fasilitas apa saja dan memperoleh apa pun yang diinginkannya. Nah, koruptor itu adalah masuk golongan orang yang punya duit. Jadi dia bisa mendapat fasilitas apa saja, perlakuan istimewa, hukuman spesial, bahkan pemberitaan khusus yang membuatnya beroleh simpati.”

“Tapi itu menyakiti hati orang kecil seperti kita pak.” kata Bagio dengan nada tinggi.

“Masalahnya, orang kecil seperti sampeyan, saya, tetangga-tetangga sampeyan, di negeri ini hanya jadi penonton dari semua sandiwara yang dimainkan orang-orang berduit. Kalau pun kita dilibatkan, paling juga sebagai pemain figuran.”

“Maksud pemain figuran itu apa pak?” tanya Bagio heran.

“Ya kita ikut main dalam sandiwara tapi tidak berperan penting kecuali pada saat-saat tertentu.”

“Wah kita ini tidak pernah ikut-ikut main sandiwara dengan orang-orang bajingan itu. Mereka itu najis bagi kami. Haram kenal dengan orang pencoleng seperti mereka.”

“Tapi faktanya sampeyan ikut main sandiwara.”

“Buktinya apa pak?” sahut Bagio tinggi dengan nada menantang.

“Waktu pemilihan legislatif, pemilihan presiden, pemilihan gubernur, pemilihan bupati apasampeyan tidak memilih alias Golput?” Tanya Sufi Sudrun ketawa.

“Ya milih pak, kalau tidak milih dimarahi pak kades.”

“Apakah sampeyan kenal dengan calon wakil rakyat yang dicalonkan parpol?”

“Ya tidak kenal pak.”

“Kenapa sampeyan milih dia?” sahut Sufi Sudrun memburu,”Tolong sampeyan jawab dengan jujur! Kenapa sampeyan milih orang yang tidak sampeyan kenal untuk menjadi wakil rakyat?”

“Ya dikasi duit Rp 50.000, pak.”

“Nah itu bukti bahwa sampeyan ikut main sandiwara meski sebagai figuran. Kelihatannya memang tidak penting, cuma memasukkan kartu ke kotak suara. Tapi itu sangat penting artinya untuk mendukung pencoleng-pencoleng pengangguran itu menjadi wakil rakyat korup yang membuat undang-undang dan peraturan korup, memilih pejabat korup, dan mensahkan tindakan korup pejabat yang mereka pilih,” kata Sufi Sudrun menjelaskan.

“Tapi kami hanya diberi Rp 50.000 pak.”

“Rp 50.000 atau Rp 10.000 sama saja,” kata Sufi Sudrun,”Karena yang terpenting, sampeyan sudah memberikan hak suara untuk memilih pencoleng-pemcoleng berdasi itu sebagai wakil sampeyan. Jadi sampeyan tidak bisa cuci tangan dengan mengatakan bahwa sampeyan tidak ikut bermain sandiwara berjudul KORUPTOR MALING PENIPU itu. Sampeyan ikut tanggung jawab di dunia sampai akhirat.”

“Lha kok sampai akhirat pak?” sergah Bagio tidak terima.

“Selama berkali-kali pemilihan wakil rakyat, pilpres, pilgub, pilbup apa sampeyan pernah mendapati orang yang benar dan lurus dalam memenuhi janjinya? Apa sampeyan pernah memilih calon yang tidak memberikan duit?” sahut Sufi Sudrun tangkas.

Bagio diam. Beberapa bentar ia menarik nafas panjang.

“Jadi sebenarnya, sampeyan tahu kalau orang yang sampeyan pilih itu adalah pencoleng bermental maling yang akan menjadi koruptor, tapi sampeyan tidak perduli karena dia telah memberi sampeyan duit,” kata Sufi Sudrun.

Bagio diam. Ia tidak tahu harus melakukan apa dengan kenyataan yang dikatakan Sufi Sudrun.
Dullah yang diam-diam mendengarkan perbincangan Bagio dengan Sufi Sudrun berkomentar dengan heran.

”Masalah demokrasi sekarang ini sudah tidak jelas  kang, karena pijakan utamanya duit. Bayangkan, uang triliunan dikeluarkan Negara untuk milih gubernur dan jutaan penduduk dikerahkan untuk memilih gubernur secara demokratis. Eee.. suara jutaan pemilih itu dipatahkan oleh 7 – 8 orang hakim Mahkamah Konstitusi. Ini demokrasi macam apa?”

“Ya demokrasi Indonesia liberal, Dul,” kata Sufi Sudrun ketawa.

“Ada lagi kasus-kasus seperti di Kabupaten K, setelah pak bupati menjabat dua periode, penggantinya adalah isterinya yang sama sekali buta ilmu pemerintahan tapi dipilih secara demokratis. Setelah isterinya selesai menjabat, kini anaknya yang maju menjadi bupati. Ini kan demokrasi tapi bernuansa feodalisme lama kan?”

“Itu juga kan yang sekarang ini sedang dijalankan keluarga Ratu Atut? Dengan duit meraih kekuasaan lewat pemilihan yang demokratis,” sahut Sufi Sudrun ketawa.

“Kenapa bisa seperti ini kang? Di mana letak salahnya?”

“Letak salahnya, otak sebagian besar rakyat sudah dihegemoni pandangan-pandangan, ide-ide, gagasan-gagasan, konsep-konsep dogmatik-doktriner bahwa demokrasi adalah segala-galanya. Otak mereka sudah pepat dijejali dogma-doktrin demokrasi. Bahkan dulu, Negara-negara Komunis yang otoriter pun menggunakan nama Republik Demokrasi Rakyat. Hegemoni jiwa dan pikiran, itulah kunci dari semua kejungkira-balikan nilai-nilai alias transvaluasi nilai-nilai yang disebut Friedrich Nietzsche dengan istilah umwertung aller werte itu,” kata Sufi Sudrun ketawa.

“Itukah yang disebut aristocracy of money?”

“Ya kamu sudah tahu kan soal itu?”

Penghuni-neraka1“Teorinya sudah tahu kang, tapi faktanya sangat membingungkan. Apakah itu mengindikasikan Negara kita sudah benar-benar menjadi Negara kapitalisme-liberal? Apakah nation-state sudah tidak ada lagi di jaman global sekarang ini?”

“Namanya juga jaman global dengan agenda globalisasi seluruh dunia, mana ada lagi nasionalisme yang merupakan kumpulan dari lokalitas-lokalitas sempit? Bukankah agenda globalisasi  itu menghapuskan identitas etnik, bahasa, agama, budaya, dan bahkan territorial Negara? Bukankah semua gagasan, pandangan, wawasan, konsep, ide, dan nilai-nilai nation-state yang beridentitas Pancasila dan UUD 194 sudah diubah seiring reformasi 1998?” kata Sufi Sudrun berkomentar.

“Jadi Indonesia sebagai nation-state sudah tamat di era global ini kang?”

“Sebagai fakta, NKRI sudah tamat dan tinggal menjadi papan nama dan catatan dokumentar. Sebab secara de yure, sejak UUD 1945 diamandemen mulai 1999-2004, NKRI sebagai Nation-state sudah dikubur di bawah reruntuhan cita-cita para founding father. Bahkan MPR 1999-2004,  menandai wafatnya Nation-state Indonesia dengan mengabadikan TAP MPR RI No.2 tahun 2003 yang menetapkan  Ir Soekarno – proklamator kemerdekaan Bangsa Indonesia – sebagai  seorang  pengkhianat.”

“Naudzubillah,” sahut Dullah kaget,”Apa benar itu kang?”

“Faktanya begitu,” sahut Sufi Sudrun,”Karena itu Rahmawati menggugat TAP MPR RI itu ke Mahkamah Konstitusi dan sedikit pun tidak digubris oleh MK.”

“Tapi kang, bukankah MPR 1999-2004 itu mayoritas anggotanya dari PDIP? Bukankah itu sama dengan anak – dengan mengatasnamakan kemasyhuran bapak – menumpas bapaknya sendiri?” tanya Dullah terheran-heran.

“Dalam berpolitik ingatlah pada ajaran Machiavelli bahwa apa pun yang dilakukan politisi dalam politik adalah sah. Nah rakyat Indonesia belum sadar tentang fakta Machiavellisme yang sudah berkembang di dalam jiwa dan pikiran orang-orang yang mendudukkan diri sebagai elit politik. Rakyat Indonesia belum sadar bahwa Nation-state sudah tewas, dan yang berkuasa sekarang adalah liberalisme bertopeng nation-state.” kata Sufi Sudrun ketawa pahit.

“Jadi negara kita ini sejatinya pseudo-nationstate, begitukah kang?” tanya Dullah dengan mata merah akan menangis.

Sumber: Agus Sunyoto


Penulis :
Editor :

Tag :

CURHAT RAKYAT

Rilis Lagu Terbaru, Miss Merry Riana Ungkap Fakta

Fakta mengejutkan terungkap dari Miss Merry Riana. Siapa sangka Entrepreneur, Investor dan Content Creator ini menyanyikan sebuah lagu rohani? Berawal di akhir bulan Januari 2023, pada saat itu Produser Impact Music Indonesia, Alberd Tanoni meminta Ms

Workshop Gerabah Sitiwinangun Kabupaten Cirebon

Sitiwinangun adalah nama sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Desa ini sudah lama dikenal sebagai pusat kerajinan gerabah terbesar dan masih bertahan di wilayah Kabupaten Cirebon. Dapat dikatakan kerajinan gerabah Sitiwi

Kemenparekraf Gandeng Merry Riana Group Tingkatkan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kembali menjalin kerja sama dengan Merry Riana Group dalam upaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) ekonomi kreatif. Kolaborasi ini bermula dari kunjungan Menteri Pariwisata dan E

TERBARU LAINNYA

IKLAN BARIS

Bakso Goyang Lidah depan Gardu Induk Singajaya, menggoda selera. Kualitas Daging Sapi terjamin.
layanan terapi hati ,kesembuhan luka batin,fobia,anxiety ,cemas, hidup sial,tak bahagia ,rezeki seret,psikomatik dan semua yang urusan pikiran ,bisa konsultasi wa 0813 5227 9928 /bang rudy insyaalllah
Hadir FRENDOT jasa pembuatan stiker, kalender, plakat, cetak ID card dan banyak lainnya lokasi depan RS MM Indramayu
Ruqyah Islami wilayah Indramayu dan sekitarnya, Hub Ustadz ARI wa 0877-2411-1128
Jasa Foto / Video Wedding dan Prewedding, Live Streaming Indramayu dan sekitarnya, Harga Terjangkau Kualitas Cemerlang. Cuplik Production WA 081312829503