Wanita itu terlahir merdeka, sebagaimana juga laki-laki. Kodrat mereka untuk berbeda dipisahkan oleh, antara lain adalah bahwa wanita memiliki rahim dan menyusui sementara laki-laki, tidak. Kodrat ini tak bisa dipertukarkan, sekalipun oleh operasi medis. Sisanya, bisa dipertarungkan dan dipertaruhkan secara sosial,politik, budaya, ekonomi dan seterusnya.
Masalahnya, kata Umar S. Radic, Pemerhati Gerakan Politik-Ideologis, keterkungkungan perempuan itu bersumber dari sebuah tafsir yang "mengandaikan bahwa Tuhan itu laki-laki"
"Di semua negara yang penduduknya menganut agama apapun dan di situ Tuhan digambarkan sebagai orang ketiga tunggal, seperti Dia (yang dalam bahasa Inggris adalah He) atau dalam terminologi agama filsafat disebut Dewa (sebutan untuk seseorang yang memiliki kekuatan adikodrati dan maskulinitas: Red) maka para wanita di negara tersebut pada umumnya menduduki posisi kelas dua secara sosial," papar Umar
Menurut Umar, peradaban umat manusia menjadi rusak ketika Tuhan telah ditafsirkan menjadi sosok yang identik dengan laki-laki sehingga, seolah-olah, semua tindak-tanduk laki-laki memang memiliki legitimasi ketuhanan.
"Ini berlaku baik di negara itu penduduknya mayoritas beragama Islam atau Nasrani, sekalipun ada label demokrasi di dalamnya," lanjut Umar
Umar memberikan pemisalan Amerika Serikat. Meskipun negara itu mengaku demokrasi tapi tak satupun wanita pernah menjadi presidennya.
"Para wanita di Amerika Serikat itu katanya bebas dan merdeka dalam menentukan sikap politik dan profesi, misalnya menjadi PSK atau menjadi model majalah porno, semisal model di majalah Playboy. Tapi lihat dong siapa yang mengendalikan sistem politik dan ekonomi mereka. Apakah George Soros itu perempuan? Apakah Obama dan Bill Gates itu perempuan?,"tanya dia
Umar menggarisbawahi, bahwa ketika Tuhan tidak dibebaskan dari tafsir yang mengandung bias gender maka, sebuah negara tidak akan beres dan para wanitanya akan tetap menjadi warga negara kelas dua. Dan soal beres atau tidak beresnya sebuah negara itu tidak semata-mata diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi atau melek huruf.