Cuplik.Com - Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Bank Swadesi. Utamanya terjadi dalam praktik penghalang-halangan kebebasan berserikat. Berdasarkan hasil investigasi pada Januari 2011, Komnas HAM mendapati temuan bahwa pihak manajemen diindikasikan memberangus keberadaan Serikat Pekerja Swadesi Club (SPSC).
Lebih jauh dinyatakan dalam surat bernomor 353/K/PMT/II/2011 tertanggal 4 Februari 2011. Surat itu juga ditujukan kepada Menakertrans RI dan Kapolri untuk ditindaklanjuti. “Sudah ada surat pemanggilan saksi dari Polda sebanyak 15 orang,” ujar Achmad Ismail, Ketua SPSC ketika diwawancarai wartawan di PHI Jakarta, Senin (17/10).
Tindakan anti serikat sendiri tergambar dari praktik intimidasi sekaligus menyerukan kepada pekerja untuk mengundurkan diri dari keanggotaan SPSC, hingga mendorong dan memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja baru. “Mereka (pihak manajemen) mendatangi cabang-cabang. Anggota-anggota kita (SPSC) diberi tawaran menarik jika keluar dari SPSC, seperti kenaikan gaji, ada juga yang diancam mutasi,” ujar pria yang akrab dipanggil Ais ini.
Sebelumnya, SPSC telah mengadukan nasib mereka ke Komisi IX DPR RI. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pun digelar pada Mei 2010 di DPR. Melibatkan SPSC, Direksi PT Bank Swadesi dan perwakilan Kemenakertrans. Hasilnya, Komisi IX meminta agar PT Bank Swadesi menjamin tidak ada PHK terhadap pengurus maupun anggota dari Serikat Pekerja.
Namun rekomendasi dari DPR RI itu tidak efektif. Sebab, tidak ada kekuatan yang memaksa pihak PT Bank Swadesi untuk memenuhi rekomendasi itu. “Tindak lanjut dari mereka (DPR) tidak ada sampai sekarang,” Tegas Ais.
Sudah tiga kali SPSC melayangkan surat permohonan perundingan PKB kepada perusahaan. Yaitu 9 Oktober 2009, 19 Oktober 2009 dan 12 Nopember 2009. Namun tidak pernah ditanggapi manajemen. Bahkan ketika Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi agar perusahaan melakukan perundingan PKB dengan SPSC, tak digubris. Dalam suratnya, Komnas HAM menjelaskan bahwa penolakan dalam pembuatan PKB bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 111 ayat (4).
PHK SepihakTerpilih menjadi pekerja berprestasi ternyata bukan jaminan untuk tidak dipecat. Ini terjadi pada Ais yang telah bekerja sejak 2002. Pernah mendapat predikat karyawan berprestasi pada 8 Nopember 2004, Ais malah dipecat sejak mendapat surat PHK yang dikeluarkan oleh pengacara perusahaan pada 11 Januari 2011. “Saya harap nggak ada lagi (pekerja Swadesi) yang di PHK sepihak," kata Ais.
Ais yakin pemecatan dirinya berkaitan dengan posisi
Ketua Umum Serikat Pekerja Swadesi Club (SPSC) di tahun 2008. Sejak itu, ia menggiatkan kembali SPSC, dengan target mengadakan perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebab, sejak didirikan pada 2004, SPSC yang beranggotakan lebih dari 200 orang, belum menghasilkan PKB.
Keaktifan Ais dalam berserikat menjadi alasan bagi pihak perusahaan untuk mengatakan Ais melakukan tindakan indisipliner yaitu mangkir. Pasalnya Ais mendapat tiga kali surat peringatan yang dilayangkan oleh perusahaan. Dan menurut Ais surat peringatan itu tidak beralasan. Karena sebelumnya, Ais sudah memberitahukan kepada manajemen tentang ketidakhadirannya atau keterlambatannya dengan kegiatan yang dilakukan SPSC.
Surat peringatan pertama dilayangkan ketika Ais mengunjungi kantor Depnakertrans Pusat. Padahal ia telah memberitahukan ketidakhadirannya kepada Kepala Bagian Administrasi Kredit Bank Swadesi.
Surat peringatan kedua didapat Ais setelah mengadakan pertemuan dengan Direktorat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Depnakertrans Pusat, terkait persoalan yang dihadapi SPSC. Dan surat peringatan ketiga diterimanya setelah mengadakan pertemuan yang dimediasi oleh Otoritas Bank Indonesia.
Dalam proses mediasi tripartit yang telah dilakukan di Sudinakertrans Jakarta Pusat, mediator menganjurkan perusahaan untuk mempekerjakan kembali Ais. Namun pihak perusahaan tidak dapat menerimanya dan tetap berkeinginan mem-PHK Ais. Gugatan PHK terhadap Ais dilayangkan ke PHI Jakarta.
Saepul Tavip Kuasa HUkum Ais menuturkan ada dua hal penting dalam kasus ini. Pertama, tindakan anti serikat buruh. Dan kedua adalah PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan melalui pengacara. "Surat PHK dikeluarkan oleh
Sitor Situmorang & Partners (pengacara pihak perusahaan) yang sesungguhnya tidak ada hubungan kerja (dengan Ais)," kata tavip.
Terkait dengan pokok perkara yang didalilkan perusahaan tentang tindakan indisipliner yang dituduhkan kepada Ais, lanjut Tavip, tidak beralasan secara hukum. Sebab tidak disertai dengan bukti dan syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 168 UU Ketenagakerjaan. Seperti panggilan secara patut sebanyak dua kali. Dalam hal ini, Ais hanya mendapat surat panggilan pertama dan tidak ada surat panggilan berikutnya. "Jadi syarat mangkir itu tidak sesuai hukum," kata dia.