Presiden SBY mengaku terkejut atas vonis tersebut. Sebab, pemerintah Arab Saudi tidak memberikan informasi mengenai pelaksaan eksekusi terhadap Ruyati tersebut. Hukuman mati itu, kata Presiden SBY, juga telah menabrak norma.
"Minggu ini kita dikejutkan atas hukuman mati atas saudara kita Ruyati bin Satubi. Saya pun tentu berduka, prihatin, dan protes yang keras, yang hukuman mati itu, menabrak norma dan tata krama," kata Presiden SBY dalam jumpa pers di Istana Negara, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (23/6).
Atas kejadian eksekusi hukuman pancung terhadap Ruyati tersebut, presiden SBY menyatakan pihaknya menyayangkan adanya pendapat beberapa pihak yang langsung menuding bahwa pemerintah lambat dalam menangani kasus itu.
"Saya simak, saya ikuti berbagai komentar, termasuk kecaman, di media massa. Saya tengarai, ada pendapat, pemerintah tak berbuat apa-apa. Bahkan di media SMS online, Ruyati dikatakan korban kezaliman, tidak bersalah," ujarnya.
Atas dasar inilah, Presiden SBY menganggap perlu untuk menjelaskan secara obyektif agar rakyat dapat memahami secara jernih duduk permasalahan yang sebenarnya.
"Saya perlu jelaskan ke masyarakat secara gamblang permasalahan sebenarnya. Kita juga tahu, terjadi sejumlah kasus yang menimpa saudara kita itu," ujarnya
Sejak tahun 2005, Pemerintah Indonesia terus melakukan pendampingan kepada para TKI yang bermasalah.
"Pemerintah sadar, lakukan perlindungan, pembelaan. Dan sebenarnya banyak perubahan yang terjadi. Tetapi, meski banyak perbaikan, masih terjadi kasus yang dialami TKI. Kekerasan, penganiayaan, sampai tak digaji," sesal Presiden SBY.
Dalam proses perkembangannya, katanya lagi, sejak 1 Januari, pemerintah telah lakukan Soft moratorium, salah satunya pengetatan terhadap pengiriman TKI ke luar negeri.