Mbok Sadur memulai jualan pecelnya agak ke tengah lebih dekat ke Jl. Mataram jika dibandingkan tempat permanen yang ada sekarang. Berjualan di bawah pohon, dengan tampilan yang persis seperti dalam foto. Saya masih 'menangi' si Mbok Sadur yang jualan. Diperkenalkan pertama kali oleh Papa waktu saya masih kecil, makan siang di sini, dan seterusnya jadi ketagihan sampai sekarang. Jika sedang ke Semarang kurang lengkap rasanya tanpa mampir dan makan di sini.Jaman itu yang paling mengesankan saya adalah setiap tamu yang makan di bawah pohon itu disuguhkan minuman air dingin dalam cangkir stainless steel kuno. Ini kesan yang paling mendalam sampai sekarang. Walaupun memang disediakan juga minuman standard pendamping pecel mak nyus ini.
Sekarang pecel ini sudah diteruskan oleh cucu-cucu Mbok Sadur dan berkembang menjadi 3 cabang, yaitu di tempat asal di Gandekan, kemudian di Jl. Gajah Mada dan kalau tidak salah di Simpang Lima.
Hidangan lengkap pecel yang saya makan siang itu didampingi dengan sate usus yang dilepas dari sunduknya, ditambah bantal 2 buah, sedikit mie goreng 'kampung', kerupuk karak/gendar dan disiram dengan sambel pecel.
Bantal sebenarnya adalah gorengan yang mirip martabak, atau saya bilang memang martabak dalam ukuran kecil. Rajangan sayur dibungkus tepung dan dibentuk kotak digoreng renyah menjadi pendamping wajib sajian pecel Mbok Sadur ini.
Berbagai pendamping lainnya digelar dengan royal dan menggoda sekali. Sate usus, sate kulit, telor pindang, perkedel kentang, tempe goreng, telor ceplok, rempeyek kacang, rempeyek teri, mentho, dan sajian lain yang sungguh generous digelar di depan mata.
Sajian pecel Mbok Sadur ini memang sangat nikmat menjadi menu makan siang di Semarang yang panas, dan ditutup dengan segelas es teh tawar. Sungguh ngangeni dan membuat saya kembali dan kembali lagi setiap kali ke Semarang......
sumber : kompas community