
Color & Image Consultant Irma Hadisurya mengatakan, dalam bisnis dan industri, warna sering disebut sebagai the silent saleperson atau pihak yang menjual tanpa perlu payah berusaha. Lebih lanjut, Irma juga menjelaskan bahwa warna adalah unsur utama dalam dunia desain, termasuk mode, interior dan dekorasi, juga industri lainnya. Karenanya, dibutuhkan sebuah pakem yang menentukan warna mana yang cocok untuk suatu waktu tertentu, atau mampu menggugah emosi dan suasana hati. Selain itu, hasil riset menunjukkan bahwa sekitar 65 persen keputusan belanja konsumen dipengaruhi warna dan kemasan.
"Warna mampu menciptakan kesan, menyampaikan pesan, bahkan menggugah ingatan. Karenanya, dalam dunia desain warna tidak statis, melainkan dinamis, cenderung bergonta-ganti," ujarnya. "Terkadang, warna-warna tertentu secara serempak membanjiri pasar, dicari, dan dikenakan banyak orang, lalu selang beberapa waktu kemudian digantikan warna lain.Itulah yang kita sebut tren warna," papar Irma.
Menurut Irma, prediksi tren warna atau color forecesting sebenarnya sudah ada sejak akhir abad ke-19. "Pertama dikeluarkan oleh sebuah pabrik tekstil di Prancis yang ditujukan bagi industri tekstil secara keseluruhan, isinya mengenai warna-warna yang sedang populer di kalangan penjahit baju dan pembuat topi," tutur Irma.
Sejak saat itu, bisnis color forescasting berkembang, menjadi bagian tersendiri dari industri mode sehingga lahirlah color designers dan color forecasters yang bertugas mengembangkan dan memutuskan arahan warna. "Tren warna sebenarnya lahir dari hasil kesepakatan. Mereka (forecasters dan pelaku mode) menghadiri pertemuan dua kali setahun untuk menentukan tren warna. Mereka mengevaluasi warna-warna best seller di pasar dan merencanakan warna-warna yang akan tampil dalam siklus berikutnya," celoteh Irma. "Kemudian, hasil kesepakatan tersebut dikemas dalam bentuk color forecast yang akan berlaku 18-24 bulan berikutnya," imbuhnya.
Adapun untuk tren warna 2009, Irma menyebutkan hingga akhir tahun warna kuning masih akan menjadi primadona karena dianggap cocok mengatasi situasi global yang tidak menentu. "Kuning menggambarkan kemantapan, kehangatan, dan keriangan yang juga menjadi simbolik masa depan," ujarnya.
Dominasi kuning di atas catwalk dapat dilihat pada koleksi beberapa desainer Indonesia yang dipamerkan dalam berbagai pertunjukan beberapa bulan terakhir. Sebut saja Handy Hartono yang mempersembahkan kuning dalam kemasan tribal ala Afrika. Di ajang "Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2009 lalu, Handy menghadirkan ragam desain yang terinspirasi dari keindahan alam, rumah-rumah, dan kerajinan tangan suku Nubian yang tinggal di Pulau Elephantine, Sungai Nil, Mesir.
"Mereka memiliki kerajinan yang begitu indah dan eksotis dengan motif-motif geometris dan warna-warna cerah," ujar Handy.
Warna kuning memang tidak serta-merta dihadirkan Handy secara mentah, Handy memainkan warna hangat tersebut, terkadang menyajikannya dalam nuansa yang lebih gelap atau cenderung mengarah ke warna oranye atau lemon. Menurut Handy, hal tersebut disesuaikannya dengan warna kulit wanita Asia yang lebih cocok menggunakan paduan palet warna hangat layaknya earth color, seperti ketika tembaga berpadu perak, hijau bertemu kuning, dan cokelat menyapa kelabu yang tampil dalam garis rancangan minimalis khas Handy.
Kuning bukan hanya milik Handy, juga Defrico Audy yang menyajikan koleksi bernapas etnik dari tenun Sulawesi. Bila Handy menyajikan ragam nuansa kuning, Audy justru lebih menonjolkan keceriaan kuning dengan menambahkan payet, kristal dan manik-manik. Selain Audy dan Handy, desainer lain yang juga menggunakan kuning dalam rancangan mereka adalah Pinky Hendarto, Uke Toegimin dan Malik Moestaram.
Meskipun kuning memang menjadi acuan warna tren 2009, tidak semua desainer mengaplikasikan tren tersebut dalam rancangan mereka. David Landart, color forecaster & consultant dari Carlin International mengatakan, tren warna merupakan garis besar yang kerap dijadikan panduan dalam menyesuaikan dengan selera pasar, namun tidak mengikat ataupun mutlak harus diikuti.
"Desainer terkadang memiliki garis dan konsep rancangannya masing-masing. Tren warna hanyalah acuan saja, sementara pemilihan warna pada koleksi masing-masing desainer merunut pada busana seperti apa yang akan ditampilkannya," ujarnya. Hal ini diamini desainer asal Bandung, Harry Ibrahim. Dia juga menjelaskan, untuk gaya busana tertentu, mungkin warna kuning akan cocok diterapkan, tanpa menutup kemungkinan kombinasi dengan warna lainnya.
"Warna sangat universal, dan setiap desainer pasti menyesuaikan warna dengan garis rancangannya. Misalnya desainer yang bermain di garis kasual, warna kuning bisa masuk, tapi untuk garis tertentu seperti evening atau kebaya, harus disesuaikan," ucap desainer yang akrab disapa Ibra ini.
Kendati demikian, Ibra tak menampik bahwa tahun ini, nuansa warna yang lebih colorful memang menjadi tren. "Saya rasa memang tahun ini, warna cenderung lebih colorful dan dominan kuning. Kita cukup mengetahui perkembangan tren, tapi kembali lagi ke garis rancangan masing-masing," pungkasnya.