
"Amarnya dikabulkan, PK batalkan putusan kasasi jadi kembali ke putusan pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tiinggi. Ganti rugi tidak dikabulkan juga," kata salah satu hakim agung yang menjadi anggota majelis PK, Hatta Ali,
saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Kamis (16/4).
Pertimbangan yang digunakan majelis, lanjut Ali karena berita yang dimuat Times bertajuk 'Soeharto Inc' bukan merupakan perbuatan melawan hukum. "Berita itu tidak melanggar UU pers, tidak melanggar kode etik pers, dan sudah diberikan hak jawab oleh Times," jelasnya.
Dia menjelaskan, majelis yang menangani perkara bernomor 273 PK/PDT/2008 terdiri dari ketua Harifin A Tumpa,
dan hakim anggota Nyak Padan, Hatta Ali, serta panitera pengganti Bandung Suhermoyo.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum Times, Todung Mulya Lubis mengaku telah mendengar putusan PK tersebut. "Ini kemenangan buat pers di Indonesia, karena pers Indonesia mulai dihadapkan pada ancaman-ancaman baik itu gugatan pidana maupun perdata di pengadilan," ujarnya.
Todung memberikan apresiasi kepada MA yang menghormati kebebasan pers. Lanjut dia, selama pemberitaan mengenai kepentingan umum tidak melanggar kode etik, tidak bisa dikategorikan melawan hukum. "Saya kira wartawan di Indonesia tidak dibayangi lagi kecemasan untuk digugat dan ganti rugi sepantasnya," tukasnya.
Todung juga mengatakan pemberitaan tentang kekayaan Soeharto yang menjadi permasalahan ini bukan pertama kali dibuat oleh majalah Times. Dan MA, lanjutnya, cukup menyadari berita sepeti itu bisa di baca di mana-mana.
Ketika ditanya, apakah Times akan mengajukan gugatan balik, Todung belum bisa memastikan karena dirinya akan menyampaikan hasil PK ini kepada Majalah Times.
Majalah Times mengajukan PK setelah sebelumnya pada 31 Agustus 2007 MA mengabulkan kasasi almarhum mantan presiden Soeharto dalam perbuatan pencemaran nama baik dan tindakan melawan hukum. Kasasi MA ketika itu mengabulkan gugatan kerugian imateriil sebesar Rp 1 triliun.
Kasus berawal saat Time edisi 14 Mei 1999 menurukan laporan utama tentang kekayaan mantan Presiden Soeharto dengan judul 'Soeharto Inc. How Indonesia's Longtime Boss Built a Family Fortune'. Laporan ini dianggap oleh keluarga Cendana sebagai fitnah.