Kegiatan tersebut digelar di Bjong Coffe, Timoho, Yogyakarta, Sabtu malam (12/3/17).
Ketua Insan BPC, Adib Rofiuddin menjelaskan, kegiatan tersebut digelar sebagai momen pengenalan salah satu tokoh pejuang NKRI sebagai refleksi untuk para generasi santri agar makin peduli NKRI.
"Kami memang ingin meneladani para pendahulu, sehingga harapannya generasi saat ini bisa lebih mengenal pondok pesantren tertua di Jawa Barat," jelasnya.
Ia menjelaskan, dalam film episode "Kiai Abbas Buntet Pesantren" yang berdurasi enam menit tersebut dipaparkan, sejarah perjuangan bangsa Indonesia melalui perjuangan kaum santri banyak ditonjolkan. Kiai Abbas merupakan salah satu ulama legendaris Nahdlatul Ulama (NU) yang terkenal dengan keberanian dan kesaktiannya dalam pertempuran 10 November.
Dalam episode tersebut juga dikupas sekilas biografi Kiai Abbas, Ia merupakan putra sulung dari KH Abdul Jamil, putra KH Mutaad yang juga menantu Mbah Kiai Muqayyim, pendiri Pondok Pesantren Buntet dan salah seorang mufti di Kesultanan Cirebon.
Kiai Abbas pertama mengenal dan belajar ilmu agama Islam dari ayahnya, KH Abdul Jamil, lalu mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Sukanasari, Plered, Cirebon dibawah asuhan Kiai Nasuha sampai menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Nyantri di Tebuireng, Kiai Abbas disebut-sebut sebagai santri kesayangan dari KH Hasyim Asyari, pendiri NU dan ayahanda dari presiden RI ke-4, KH Abdurahman Wahid (Gusdur).
Dalam film tersebut juga diceritakan kedekatan emosional Kiai Abbas pada saat nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng dengan kiai terpandang seperti KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri NU yang menerima gelar Pahlawan Nasional 2014, dan KH Abdul Manaf yang turut mendirikan Pesantren Lirboyo, Kediri.
Menurut salah satu alumni Buntet Pesantren angkatan 70-an yang juga hadir dalam kegiatan itu, Zainal Abidin mengatakan, sosok Kiai Abbas merupakan tokoh fenomenal yang setara dengan para tokoh NU di masanya.
"Kiai Abbas ini fenomenal, beliau juga tokoh yang memprakarsai resolusi jihad," kata Zainal yang juga berdomisili di Yogyakarta.
Oleh karena itu, Zainal berharap, sepenggal film tersebut hendaknya menjadi refleksi bagi para generasis penerus untuk berjuang menjaga NKRI seperti sejarah perjuangan kiai terdahulu yang menjaga patriotisme NKRI.
"Sebagai apresiasi perjuangan para ulama, sekarang makanya tiap tanggal 23 Oktober itu dijadikan Hari Santri Nasional," pungkasnya.